REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Perjanjian Hudaibiyah yang terjadi sebelum penaklukan kota Makkah (Fathu Makkah), dianggap merugikan bagi kaum Muslimin, dan sebaliknya ini akan menguntungkan orang-orang kafir Quraisy. Namun ternyata justru ada hikmah di balik perjanjian ini.
Sejarawan Islam, Dr Tiar Anwar Bachtiar, mengatakan pemboikotan pernah terjadi sebelum Fathu Makkah, itu merupakan peristiwa perang Hudaibiyah atau perjanjian Hudaibiyah.
"Itu terjadi pada tahun ke enam, dua tahun sebelum peristiwa Fathu Makkah, sebelum Perang Khandaq, pada Perjanjian Hudaibiyah memang diawali dengan satu peristiwa di mana Rasulullah hendak melaksanakan umroh pada tahun keenam Hijriyah, tapi kemudian dihadang pasukan Quraisy, tidak diperkenankan," ucap Ustadz Tiar.
Pada saat itu, tidak boleh ada kaum Muslim yang pergi ke Makkah untuk umroh. Maka kemudian hampir terjadi pertempuran, namun bisa diselesaikan dengan satu perjanjian, perjanjian itulah yang dinamakan dengan Perjanjian Hudaibiyah.
Dalam kesepakatan ini ada satu poin atau klausul yang mungkin bisa dikatakan sebagai pemboikotan. Adalah klausul yang apabila ada kaum Muslim datang ke Makkah, maka orang ini tidak boleh keluar dari Makkah sampai nanti perjanjian selesai pada tahun ke tujuh. Kemudian apabila ada orang-orang Makkah atau Quraisy datang ke Madinah, mereka tidak boleh ditahan, mereka diperkenankan kembali lagi ke Makkah.
"Jadi ini seperti tidak adil untuk umat Islam, kalau umat Islam datang ke Makkah itu ditahan, sampai perjanjian selesai tentu saja waktunya cukup lama, dan sebaliknya. Ini diprotes kesepakatannya oleh para sahabat," kata Ustadz.
Akan tetapi Rasulullah menjelaskan bahwa perjanjian ini ada maksudnya. Pertama, kalau ada kaum Muslimin ditahan tidak boleh keluar dari Makkah, mereka yang ditahan akan menjadi duta umat Islam. Mereka akan memperlihatkan bagaimana akhlak umat Islam yang sesungguhnya, dibandingkan dengan perilaku orang kafir. Dari sini, kemungkinan banyak orang yang akan tertarik untuk masuk Islam.
Di samping itu, orang Quraisy yang datang ke Madinah mereka dibiarkan bebas untuk melihat Madinah. Mereka dapat melihat bagaimana kaum Muslim hidup di Madinah, seperti apa mereka menjalankan syariat Islam.
"Itu nanti mereka akan bisa melihat bedanya ajaran orang Islam dan kafir, sehingga ketika mereka pulang ke Makkah itu mereka akan mencocokkan perilaku orang-orang Muslim yang ada di Makkah, sehingga nanti orang-orang Makkah banyak yang tertarik dengan Islam," kata Ustadz yang juga Sekretaris PP Persatuan Islam (Persis) ini.
Dia melanjutkan, dengan cara seperti itu lewat perjanjian Hudaibiyah, banyak sahabat, dan bahkan tokoh-tokoh Quraisy yang masuk Islam, seperti Amr bin Ash, kemudian Khalid bin Walid. Mereka merupakan tokoh yang dikenal, dan akhirnya mereka tertarik dengan akhlak kaum Muslim sampai akhirnya kemudian masuk Islam.