REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Denmark akan tetap melanjutkan rencana pemusnahan jutaan cerpelai untuk mengantisipasi dampak mutasi galur (strain) virus corona. Keputusan ini tetap diambil meski Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah meredam kekhwatiran akan masalah tersebut.
Pemerintah Denmark mengatakan akan memusnahkan hingga 17 juta cerpelai untuk mencegah terjadinya penularan virus corona yang bermutasi pada manusia. Langkah ini dinilai penting karena otoritas kesehatan menilai virus corona yang bermutasi dapat menjadi lebih resisten terhadap vaksin di masa depan.
Sebelumnya, State Serum Institute Denmark telah mengidentifikasi strain virus corona yang bermutasi. Mutasi ini terjadi pada bagian spike protein di virus corona. Meski penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan, hasil pemeriksaan laboratorium awal menunjukkan bahwa mutasi menyebabkan virus corona tersebut menjadi kurang sensitif terhadap vaksin.
"Mutasi itu dapat membuat vaksin potensial menjadi kurang efektif," jelas senior spesialis kesehatan masyarakat dari State Serum Institute Denmark Tyra Krause, seperti dilansir NBC News.
Hingga saat ini, tercatat sudah ada 12 orang yang terinfeksi dengan strain virus corona yang telah bermutasi ini. Krause memperkirakan jumlah tersebut akan meningkat dalam beberapa pekan ke depan.
Sebelumnya, WHO mengungkapkan bahwa mereka memantau mutasi tersebut. Meski mengkhawatirkan, WHO menilai masih terlalu dini untuk mengatakan bahwa mutasi tersebut menghadirkan risiko bagi manusia. WHO juga menilai masih terlalu dini untuk mengatakan bahwa mutasi tersebut dapat mengurangi efektivitas vaksin Covid-19 yang saat ini sedang dikembangkan.
Direktur Eksekutif WHO Health Emergencies Program Dr Mike Ryan mengatakan mamalia seperti cerpelai memang dapat menjadi inang atau yang sangat baik terkait mutasi virus corona. Akan tetapi, dibutuhkan proses yang sangat panjang untuk membuat mutasi tersebut memberi dampak kepada efektivitas vaksin.
Ketua Teknis untuk Covid-19 WHO Maria van Kerkhove mengungkapkan bahwa mutasi sebenarnya merupakan hal yang normal. Perubahan pada virus ini merupakan sesuatu yang selalu dipantau oleh WHO sejak awal.
Di lain sisi, WHO juga meninjau biosekuriti pada perternakan cerpelai di negara-negara lain untuk mencegah virusnya merebak keluar. Kerkhove mengatakan risiko dari peternakan hewan lain secara umum masih rendah.
"Risiko dari hewan ternak dan peternakan lain secara umum rendah," ujar Kerkhove.
Di Amerika Serikat, hampir 10 ribu cerpelai di sembilan peternakan di Utah mati akibat Covid-19. Kematian cerpelai ini mendorong peternakan yang terdampak untuk menjalani karantina. Di berbagai negara, cerpelai diternakkan untuk diambil bulunya.