Rabu 11 Nov 2020 19:29 WIB

Wawancara Eksklusif Soal Kondisi Gaza yang Memprihatinkan

Kondisi Gaza kian memprihatinkan mulai dari air hingga suplai listrik

Kondisi Gaza kian memprihatinkan mulai dari air hingga suplai listrik. Ilustrasi seorang pria Palestina di Kota Gaza, Jalur Gaza.
Foto: EPA
Kondisi Gaza kian memprihatinkan mulai dari air hingga suplai listrik. Ilustrasi seorang pria Palestina di Kota Gaza, Jalur Gaza.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-  Kondisi warga Gaza mencapai titik nadir. Sumber air yang tidak layak minum hingga minimnya listrik membuat warga setempat menderita. Mereka harus merasakan penderitaan ini selama diblokade Pemerintah Zionis Israel akibat kemenangan Hamas dalam Pemilu yang sah pada 2006. 

Hidup di Gaza semakin sulit ketika warga Gaza "dihukum" dengan blokade bantuan internasional dan pemotongan gaji pegawai pemerintah. Prediksi PBB jika Gaza akan menjadi tempat tidak layak untuk hidup pada 2020 pun terbukti setahun sebelumnya. 

Baca Juga

Wartawan Republika.co.id, Achmad Syalaby Ichsan, mewawancarai Dirjen Kerja Sama Internasional Kementerian Kesehatan Palestina (Gaza), Dr Ashraf A Abu M Hadi setelah menyaksikan pemberian obat-obatan dari Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) di Jakarta. Naskah ini dikutip dari Harian Republika, yang tayang pada 2019 lalu:  

Bagaimana kondisi terakhir masyarakat Gaza, khususnya terkait dengan isu kesehatan?

Bismillah. Anda tahu jika luas Gaza hanya 336 km persegi dengan populasi lebih dari dua juta orang. Laporan PBB menyebutkan jika Gaza akan menjadi tempat yang tidak layak untuk hidup pada 2020 karena banyak alasan.

Tidak ada listrik. Listrik cuma menyala enam jam sehari. Kadang-kadang, listrik kami menyala hanya satu jam sehari. Jadi, kehidupan warga tidak mudah. Entah untuk para pelajar atau pasien.

Sebagai contoh, beberapa pasien menggunakan mesin di rumahnya. Untuk pasien asma, misalnya, harus menggunakan mesin. Bagaimana mengoperasikan mesin ini tanpa listrik. Jadi, listrik adalah tantangan terbesar di Gaza.

Berikutnya, yakni sumber air. Air kami tidak layak untuk diminum. Menurut laporan lainnya dari otoritas air dan perwakilan PBB, sekira 95 persen air di Gaza tidak layak untuk diminum. Artinya, warga kami meminum air yang tidak layak.

Sumber air di Gaza sudah terkontaminasi?

Ya, sudah kena polusi karena banyak alasan. Kami tidak punya kemampuan untuk menjernihkan air. Masalah besar lainnya adalah kita membuang 50 juta liter limbah setiap hari ke laut. Jadi, laut kami juga kotor. Mengapa dibuang ke laut? Limbah ini butuh penanganan khusus dengan mesin untuk dikelola. Kami tidak memiliki mesin dan listriknya.

Pemerintah tidak menggali sumur untuk mendapatkan air tanah?

Ya, kami membuat sumur. Tapi, karena wilayah kami kecil dengan penduduk yang padat sementara konsumsi kami amat besar, maka airnya asin dan banyak mengandung kotoran. Tak hanya itu, sumur-sumur utama kami ada di luar Gaza yang berada di bawah kendali Israel. Kami tidak bisa mengakses itu.

Adanya masalah dengan listrik dan air membawa dampak bagi kesehatan warga kami. Hal lain adalah kemiskinan penduduk. Banyak laporan yang menyatakan jika jumlah penduduk Gaza yang berada di bawah garis kemiskinan mencapai 46 persen. 

Hampir separuh. Sementara, separuh lainnya tidak berada dalam situasi yang baik. Karena, laporan PBB menyebutkan, 80 persen warga Gaza membutuhkan setidaknya satu jenis bantuan kesehatan. Artinya, meski ada warga yang berada di atas garis kemiskinan, mereka juga butuh layanan kesehatan. Dengan begitu, mereka bisa (punya uang) untuk menyekolahkan anak-anak mereka.  

sumber : Harian Republika
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement