REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji menilai sekolah di Indonesia belum sanggup berhadapan dengan pandemi Covid-19. Hal ini terbukti dengan munculnya klaster sekolah di Sukoharjo.
Ubaid menekankan prinsip menjaga keselamatan guru dan siswa sangat penting di masa pandemi Covid-19. Apalagi ketika vaksin belum ditemukan maka protokol kesehatan (prokes) mutlak ditaati di lingkungan sekolah.
"Kejadian ini menampar kita semua, bahwa ternyata sekolah belum siap dan gagap dalam menghadapi covid-19 dan melakukan perlindungan terhadap guru-gurunya," kata Ubaid pada Republika, Senin (16/11).
Sebelumnya, seorang guru salah satu SMA di Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah positif terkena Covid-19 dan menulari 12 guru lain di sekolah tersebut karena masih diwajibkan hadir ke sekolah.
Awalnya, guru tersebut tidak merasakan keluhan apapun dan berkontak dengan para guru lainnya di sekolah. Karena ada anggota keluarganya positif, guru itu kemudian di-swab dan hasilnya positif.
"Keselamatan dan perlindungan guru dan juga anak adalah keharusan dan tidak bisa ditawar," tegas Ubaid.
Ubaid menyindir pemerintah yang mulai mengizinkan sekolah tatap muka dilakukan di zona hijau-kuning. Ia mengungkapkan kekhawatiran meluasnya Covid-19 karena menginfeksi siswa.
"Jika protokol kesehatan tidak diperketat, pasti klaster sekolah potensial terjadi," ujar Ubaid.
Ubaid mengingatkan sekolah menyiapkan segala yang dibutuhkan untuk penerapan prokes jika pembelajaran tatap muka terpaksa dilakukan. Mulai dari sarana cuci tangan, pengaturan jadwal kelas agar tak terjadi kerumunan, penutupan kantin.
Pihak sekolah juga diminta memantau ketat penerapan prokes agar tak terjadi klaster sekolah berikutnya."Kesiapan sekolah juga harus dipastikan, jangan melakukan tindakan yang ceroboh," ucap Ubaid.