REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Perdana Menteri Australia Scott Morrison menolak selusin keluhan yang diajukan oleh China terkait diplomasi hak asasi manusia, media independen, dan kebijakan investasi, Kamis (19/11). Dia menegaskan negaranya itu akan selalu menjadi Australia.
"Jika ini yang menjadi penyebab ketegangan dalam hubungan itu, maka tampaknya ketegangannya adalah Australia hanya menjadi Australian," kata Morrison dalam wawancara dengan Seven Network.
Kementerian Luar Negeri China sebelumnya mencantumkan keluhan tentang kebijakan Australia pada Selasa (17/11). Kedutaan Besarnya Cina di Canberra pun membagikan 14 daftar keluhan dengan perusahaan media Australia, Nine, pada hari yang sama.
Morrison menegaskan tidak akan mengubah kebijakan Australia termasuk memiliki media yang bebas, anggota parlemen terpilih yang dapat mengutarakan pendapat, dan berbicara tentang hak asasi manusia. Pernyataan ini menanggapi juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian.
Dia menyatakan keluhan tentang tindakan Australia terhadap kepentingan Beijing seperti Hong Kong, Xinjiang, dan Taiwan di Dewan Hak Asasi Manusia, serta dukungan untuk Taiwan memasuki Organisasi Kesehatan Dunia.
China juga mengkritik tindakan Australia terhadap campur tangan asing dan menjadi negara pertama yang melarang perusahaan China berpartisipasi dalam jaringan telekomunikasi 5G-nya. Kedutaan China mengatakan lebih dari 10 investasi Beijing telah diblokir di Australia dengan alasan keamanan nasional.
"Kami tidak akan berkompromi dengan fakta bahwa kami akan menetapkan hukum investasi asing kami, atau bagaimana kami membangun jaringan telekomunikasi 5G kami, atau bagaimana kami menjalankan sistem perlindungan kami dari gangguan,” kata Morrison.
Ketegangan antara Australia dan mitra dagang terbesarnya China telah meningkat tahun ini. Beijing memberlakukan serangkaian pembalasan perdagangan setelah Canberra memimpin seruan untuk penyelidikan internasional terhadap virus corona.
Menteri pemerintah Australia baru-baru ini mengatakan ingin meningkatkan komunikasi dengan Beijing. Namun, Kementerian Luar Negeri China mengatakan Australia perlu mengambil tindakan nyata untuk memperbaiki kesalahan.