REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Marsudi Syuhud, mengajak semua elemen bangsa untuk mengedepankan sikap tamasuh (toleran) dalam menghadapi kegaduhan yang terjadi beberapa hari belakangan ini, baik umat maupun pemerintah.
Menurut dia, jika semua pihak bisa menghormati satu sama lain, maka kegaduhan itu akan bisa diatasi. “Sarannya cuma harus saling menghormati, rakyat menghormati pemerintah, pemerintah juga menghormati rakyat,” ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Senin (23/11).
Dia pun mengimbau kepada umat Islam untuk tidak membuat gaduh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Apalagi, saat ini Indonesia tengah menghadapi pandemi Covid-19. Menurut dia, para penceramah antara satu dengan yang lainnya sebaiknya juga selalu mengedepan sikap tasamuh tersebut.
“Umat Islam sebaiknya menyikapinya jangan gaduh. Sebagai bangsa Indonesia kita harus menghormati secara kemanusiaan, secara bertetangga, secara organisasi, dan secara hukum menghormati,” ucap Kiai Marsudi.
Pengasuh Pondok Pesantren Ekonomi Darul Uchwah ini mengatakan, dalam berbangsa dan bernegara semua pihak juga harus menghormati semua peraturan yang ada. Karena itu, dia mengingatkan agar tidak lalai dalam menjalankan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19.
“Jadi intinya mengedepankan tasamuh itu. Kalau nggak ada itu nggak akan jalan, adanya caci makian doang. Kayak anak kecil nanti,” katanya.
Dia pun mencontohkan seperti halnya sikap tasamuh yang dipraktikkan organisasi Muhammadiyah dan NU waktu dulu. Menurut dia, dua ormas Islam terbesar di Indonesia tersebut dulu tidak pernah bertemu dan memiliki argumentasi masing-masing.
Namun, lanjutnya, setelah para tokoh NU dan Muhammadiyah menyampaikan bahwa KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan itu satu guru, akhirnya sedikit demi sedikit umat Islam sudah mulai saling menghormati.
Selain itu, menurut dia, saat itu juga disampaikan bahwa yang membedakan NU dan Muhamamdiyah itu hanyalah target dakwahnya. Jika Muhammadiyah berdakwah dari kota ke desa melalui sekolah, maka NU berdakwah dari desa ke kota melalui pondok pesantren.
“Nah hari ini yang dari desa sudah sampai ke kota. Yang dari kota sudah sampai desa. Adapun perbedaan sedikit ubudiyah itu sifatnya yang furuiyah. Nah pemikiran yang seperti ini itu akan membuat umat Islam bersatu. Dan itu dimulainya dari tasamuh,” tutupnya.