Selasa 24 Nov 2020 09:12 WIB

KPAI: Anak Jangan Jadi Pelampiasan Kekesalan Orang Tua

Kekerasan pada anak memberi dampak yang beragam.

Rep: Eva Rianti/ Red: Bilal Ramadhan
Ilustrasi Kekerasan Terhadap Anak
Foto: pixabay
Ilustrasi Kekerasan Terhadap Anak

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Kasus kekerasan yang dilakukan seorang perempuan berinisial LQ (22 tahun) terhadap anak kandungnya, AJ yang berusia belum genap 2 tahun di Tangerang Selatan mendapat perhatian dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Komisioner KPAI Margareth Aliatul Maimunah mengatakan, kasus kekerasan yang dialami anak harus menjadi perhatian bersama.

Dia menjelaskan, kekerasan pada anak bisa terjadi dimana saja dan oleh siapa saja, termasuk di lingkungan keluarga. Anak-anak, kata dia, kerapkali mendapat perlakuan tidak menyenangkan dan menjadi objek kekesalan orang tuanya. 

"Ini menjadi perhatian kita bersama. Anak itu bukan untuk pelampiasan, apapun kondisi terhadap relasi suami istri," kata Margareth di Tangerang Selatan, Senin (23/11).

Kasus yang dimaksud oleh Margareth adalah kasus yang belakangan sempat viral videonya di media sosial. Yakni kekerasan dilakukan oleh LQ terhadap anak kandungnya di kawasan Ciputat Timur, Tangerang Selatan.

Dalam video yang beredar, LQ mencemplungkan kepala anaknya berkali-kali ke dalam ember. Motif LQ melakukan itu lantaran kesal terhadap suaminya yang dinilai lebih memperhatikan istri pertama dibanding dirinya sebagai istri kedua lewat pernikahan siri.

Kasus tersebut, kata Margareth, telah melanggar Pasal 76 C dimana setiap orang dilarang untuk menempatkan, membiarkan, atau melakukan kekerasan terhadap anak. "Kekerasan anak ini masuk dalam kekerasan fisik maupun psikis ya, ini masuk dalam perlindungan khusus pada Pasal 59 ayat 2 huruf i, hukumannya pasal 80 Undang-undang 35 Perlindungan Anak," terangnya.

Margareth menambahkan, nantinya akan ada tambahan hukuman bagi tersangka karena merupakan orang tua kandung. "Ada tambahan jika pelaku adalah orang tua atau yang terdekat dengan anak ancaman ditambah sepertiga dari hukuman yang ada," lanjutnya.

Adapun terhadap sang anak, Margareth menyampaikan, kekerasan pada anak memberi dampak yang beragam meliputi trauma fisik, psikis, maupun seksual. "Ini memberi dampak negatif kepada anak. Tidak dalam jangka pendek, dampak negatifnya bisa berdampak bertahun-tahun. Apalagi kalau tidak sampai mendapatkan rehabilitas," terangnya.

Diketahui, sang anak dalam kasus tersebut saat ini tengah mendapatkan pendampingan dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Tangsel untuk menyembuhkan trauma psikis yang dialaminya.

Kapolres Tangerang Selatan, AKBP Iman Setiawan mengatakan, pihaknya telah menangkap pelaku LQ pada 19 November 2020 sekira pukul 21.00 WIB. Atas perbuatannya tersangka dijerat dengan Pasal 80 UU No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak. "Ancaman hukumannya lima tahun penjara," tuturnya di Mapolres Tangsel, Senin (23/11).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement