Rabu 25 Nov 2020 17:07 WIB

Kasus Pertama Tentara Selandia Baru Terjerat Spionase

Kasus spionase tentara menjadi yang pertama dihadapi Selandia Baru

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Bendera Selandia Baru
Foto: Annhira.com
Bendera Selandia Baru

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Seorang tentara Selandia Baru didakwa atas tuduhan spionase. Bila dinyatakan bersalah, ia terancam mendapatkan hukuman 14 tahun penjara.

Pasukan Pertahanan Selandia Baru mengatakan pertama kalinya di Selandia Baru ada seseorang dari militer mendapat dakwaan semacam itu. Tentara itu menghadapi 17 dakwaan dan akan di sidang dalam pengadilan militer.

Baca Juga

Pada Rabu (25/11), militer Selandia Baru merilis sejumlah detail mengenai kasus yang akan disidang tersebut. Tapi berdasarkan perintah pengadilan nama dari tentara tersebut dirahasiakan.

Tentara itu bermarkas di Linton Military Camp, markas angkatan darat yang dihuni sekitar 2.000 orang di dekat kota Palmerston North. Media Selandia Baru, Newsroom melaporkan laki-laki tersebut ditangkap pada bulan Desember dan berkaitan dengan kelompok ekstrem kanan.

Selain didakwa empat pasal spionase, tentara tersebut juga didakwa mengakses komputer untuk tujuan yang tak jujur. Ia juga didakwa memiliki publikasi yang tidak pantas dan mengabaikan tugas.

Setelah seorang penganut ideologi supremasi kulit putih membunuh 51 muslim di dua masjid pada tahun lalu. Pihak berwenang Selandia Baru menindak keras kelompok-kelompok sayap kanan.

Pelaku penembakan massal Brenton Tarrant dinyatakan bersalah atas 92 dakwaan pembunuhan, percobaan pembunuhan, dan terorisme. Ia divonis penjara seumur hidup tanpa kemungkinan bebas bersyarat, pertama kalinya Selandia Baru memberlakukan hukuman paling maksimal di negara itu.

Newsroom melaporkan tentara itu memiliki koneksi dengan kelompok ekstremis Selandia Baru. Kelompok tersebut fokus pada pembentukan tubuh dan menganggap anggotanya sebagai biksu petarung. 

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement