Rabu 09 Dec 2020 07:12 WIB

Australia Siapkan UU untuk Paksa Google Bayar Konten

UU tersebut juga akan ditujukan kepada Facebook.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
(Foto: ilustrasi Google). Australia akan memperkenalkan RUU yang akan memaksa Facebook dan Google membayar konten berita dan karya jurnalistik dari media di Australia yang ditampilkan di laman mereka.
Foto: Flickr
(Foto: ilustrasi Google). Australia akan memperkenalkan RUU yang akan memaksa Facebook dan Google membayar konten berita dan karya jurnalistik dari media di Australia yang ditampilkan di laman mereka.

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Australia akan memperkenalkan sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU) ke parlemen. RUU itu akan memaksa Facebook dan Google membayar konten berita dan karya jurnalistik dari media di Australia yang ditampilkan di laman mereka. 

Pemerintah Australia mengatakan, undang-undang pertama di dunia itu akan berisi proses bagi media untuk merundingkan pembayaran yang adil bagi hasil karya jurnalistik mereka. Pemerintah menilai, saat ini ketidakseimbangan kekuatan menguntungkan perusahaan teknologi besar. 

Baca Juga

Kedua raksasa teknologi tersebut pun menentang keras RUU itu. Menurut mereka, regulasi ini akan merusak akses pembaca.

Bahkan baru-baru ini, Facebook mengancam akan menghentikan pengguna Australia berbagi berita di platform-nya, jika undang-undang tersebut dilanjutkan. Sementara Google mengatakan, layanan pencariannya akan menjadi lebih buruk di bawah perubahan tersebut. 

Hal itu telah meluncurkan kampanye periklanan ekstensif di Australia. Alasannya, aturan tersebut akan merusak bisnis mereka. 

Dikarenakan semakin banyak pembaca beralih ke online dalam beberapa tahun terakhir, raksasa teknologi telah menghadapi konsekuensi internasional. Konsekuensi itu untuk membayar lebih banyak bagi berita yang diunggah di platform mereka. 

"Ini merupakan reformasi besar. Dunia menyaksikan apa yang terjadi di sini di Australia," ujar Menteri Keuangan Australia Josh Frydenberg seperti dilansir BBC pada Rabu (9/12).

Frydenberg mengatakan, industri media yang kuat dan beragam merupakan vital bagi demokrasi negara. RUU itu akan diperkenalkan di DPR pada hari ini, Rabu (9/12), tapi kemungkinan besar tidak akan disahkan sampai tahun baru. 

Pemerintah mengatakan, media cetak Australia telah mengalami penurunan pendapatan iklan sebesar 75 persen sejak 2005. Beberapa kantor berita Australia pun telah menutup atau menghentikan pekerjaan tahun ini. 

Perlu diketahui, pada dasarnya undang-undang tersebut mengamanatkan proses tawar-menawar terpisah yang dapat digunakan oleh kantor berita jika negosiasi pembayaran mereka sendiri dengan Google dan Facebook tidak berjalan baik. Undang-undang itu akan memaksa resolusi penawaran akhir mereka melalui arbitrase. 

Jadi jika setalah berbulan-bulan tidak ada kesepakatan yang dibuat masing-masing pihak, misal surat kabar dan Facebook akan menyampaikan tawaran mereka kepada hakim independen guna membuat keputusan. Jika raksasa teknologi gagal mematuhinya, mereka akan menghadapi penalti hingga 10 juta dolar Australia atau 10 persen dari omset mereka di Australia, atau tiga kali lipat manfaat yang mereka terima. 

Sejak draf RUU dirilis pada Juli, pemerintah mengatakan telah melakukan konsultasi dan diskusi konstruktif dengan kedua raksasa teknologi. RUU tersebut mencakup dua penyiaran publik Australia yakni ABC serta SBS, dan syarat bagi Google dan Facebook untuk berbagi data pengguna berita dengan penerbit mereka. 

Konsesi yang dibuat oleh pemerintah Australia sejak Juli termasuk menghapus Instagram dan Google News dari daftar platform yang terpengaruh. Sekaligus mengurangi separuh periode pemberitahuan selama 28 hari untuk platform yang memberi tahu outlet berita mengenai perubahan algoritma.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement