Dari tempat tidur ke kamar mandi, lalu kemudian ke meja kerja untuk memulai hari - aktivitas seperti ini telah menjadi hal normal baru bagi banyak orang Jerman sejak Maret lalu.
Menurut survei terbaru oleh asosiasi digital Jerman, Bitkom, lebih dari 10 juta karyawan - atau seperempat populasi pekerja Jerman - telah bekerja dari rumah. Banyak yang sudah terbiasa dengan situasi baru ini dan mulai menghargai kelebihannya. Tetapi kekurangannya juga terlihat jelas.
Klaus Dörre adalah seorang sosiolog ekonomi di Universitas Jena. Dia meyakini bekerja dari rumah akan memiliki konsekuensi negatif dalam jangka panjang, karena tiga alasan utama.
Bekerja dari rumah tanpa ruang istirahat digital
Kebiasaan perilaku menggerakkan tangan atau ekspresi wajah hampir hilang sepenuhnya selama berkomunikasi melalui panggilan video. Tidak seperti saat interaksi tatap muka, kebiasaan ini memungkinkan karyawan hanya mendapatkan sedikit atau sama sekali tidak ada umpan balik emosional. Hal ini dapat membuat mereka merasa tidak nyaman, atau bahkan agresif, karena semakin sulit bagi mereka untuk menilai kinerja sendiri. Pertukaran pandangan dan informasi antar rekan kerja juga hilang.
"Yang benar-benar hilang adalah obrolan informal di ruang istirahat yang sering kali mengarah pada ide-ide terbaik," kata Dörre kepada DW.
Tidak seperti rapat dalam kehidupan nyata, rapat online difokuskan pada tujuan tertentu. Pertemuan atau percakapan yang tidak disengaja di koridor yang merupakan bagian dari kehidupan kantor, tidak lagi terjadi.
Meskipun bekerja dari rumah mungkin tampak mengurangi beban kerja, Dörre memperingatkan bahwa pandangan ini mungkin saja menipu.
Beban ganda
Bagi banyak orang, beberapa pekan atau bahkan bulan-bulan awal bekerja jarak jauh sangat menegangkan. Pekerja wanita memikul beban lebih. Dalam kebanyakan kasus, merekalah yang paling bertanggung jawab mengurusi anak dan pekerjaan rumah tangga. Tapi Anja Gerlmaier dari Universitas Duisburg Essen mengatakan hambatan itu bukan karena stereotip gender.
“Berdasarkan data tersebut, kami dapat melihat dengan jelas bahwa stereotip gender tidak muncul kembali, tetapi memang sebenarnya tidak pernah hilang,” katanya kepada DW. Menurut penelitian terbaru yang dilakukan oleh Bertelsmann Foundation, 69% responden wanita mengatakan bahwa merekalah yang paling bertanggung jawab dalam melakukan pekerjaan rumah tangga.
Maka tidak mengherankan jika wanita cenderung kurang puas dengan bekerja dari rumah dibandingkan pria. Dimulai dengan pilihan ruang kerja, di dalam rumah, dapur dan bagian sibuk rumah lainnya merupakan "ruang kerja" wanita. Artinya, mereka lebih sering diganggu dengan tugas rumah tangga.
Sulit menyeimbangkan
Gerlmaier yakin bahwa untuk keluarga dengan anak-anak, perempuan berada di ujung tanduk ketika bekerja dari rumah. "Mencoba mengajari anak-anak Anda Hukum Mendel dan menyelesaikan tugas untuk bos di kantor pada saat yang sama, pasti gagal," simpulnya. Kedua aktivitas tersebut memungkinkan mereka mendapat label ibu yang buruk atau pekerjaan mereka akan terganggu.
Seimbang dalam merawat anak dan mengerjakan tugas kantor hampir tidak mungkin terjadi, kata Gerlmaier.
Tentu saja tidak semuanya buruk. Baik Dörre dan Gerlmaier setuju ada banyak hal yang bisa dipelajari dari situasi saat ini. Gerlmaier percaya ada banyak potensi bekerja dari rumah yang saat ini masih belum dimanfaatkan. Pemilik bisnis dan pembuat kebijakan perlu berpikir lebih, katanya.
"Sekarang adalah waktu untuk memanfaatkan realitas baru ini sebaik mungkin dan membentuknya," kata Dörre.
Kembali ke studi Bitkom: Libra Association meminta para pembuat kebijakan untuk secara aktif mengikuti perubahan di tempat kerja dan mendukungnya dengan memberikan insentif bagi karyawan dan pemberi kerja.
Satu hal yang pasti: bekerja dari rumah membutuhkan pemisahan yang jelas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi Anda.
ha/