REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) untuk Percepatan Penanganan Covid-19 Nasrullah mengingatkan, guru dan siswa wajib disiplin protokol kesehatan. Hal ini guna mencegah munculnya klaster keluarga jika sekolah dibuka untuk pembelajaran tatap muka.
"Karena klaster keluarga ini bisa saja ditularkan pelajar atau guru selama pergaulan di sekolah atau didapatkan melalui perjalanan pulang pergi dari rumah ke sekolah dan sebaliknya," kata Nasrullah di Banjarmasin, Ahad (13/12).
Menurut Nasrullah, imunitas anak-anak sekolah memang kuat. Namun, ia mempertanyakan imunitas orang tua, atau paman dan bibi hingga kakek nenek siswa yang satu rumah.
Jika protokol kesehatan dilaksanakan dengan ketat, ia mempertanyakan pelajar yang bergerombol di waktu istirahat. Untuk itu, dia menekankan pentingnya disiplin pelajar dan dewan guru serta staf tata usaha selama berada di sekolah terkait penerapan protokol kesehatan.
Ia mencontohkan, selama proses belajar di ruang kelas, misalnya, masker tidak boleh dilepas kecuali untuk suatu hal yang mendesak. Begitu juga ketika istirahat di luar kelas, interaksi antarsiswa perlu diperhatikan oleh guru sebagai pengawas di sekolah.
"Jangan sampai guru abai juga dalam pengawasan. Kalau pembelajaran tatap muka ini ingin berhasil alias tidak terjadi penularan Covid-19, maka penerapan protokol kesehatan secara ketat adalah harga mati," kata pakar antropologi masyarakat jebolan S2 Antropologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta itu.
Di sisi lain, Nasrullah melihat wacana pembukaan pembelajaran tatap muka di sekolah bahkan di perguruan tinggi hendaknya direspons secara hati-hati. Sejumlah aspek juga perlu diperhatikan, di antaranya aspek geografis sekolah yang jauh dari pusat keramaian sehingga sekolah yang dibuka idealnya berada di perdesaan jauh dari akses mobilitas warga.
Kedua, asal siswa atau pelajar. Kalaupun sekolah dianggap jauh dari akses keramaian, ia mempertanyakan siswa di sekolah tersebut yang berasal dari zona merah.
"Jangan-jangan justru pembawa virus yang menjangkiti teman-teman atau gurunya dan kemudian dibawa ke rumah."
Ketiga, ia mengatakan, hal terpenting juga jumlah siswa di dalam kelas. Selain poin pertama dan kedua, sekolah sangat memungkinkan dibuka jika memiliki jumlah siswa yang terbatas.
Ia mengatakan ada sekolah di desa-desa tertentu yang memiliki siswa per kelas jumlahnya terbatas hitungan jari. Bahkan, gurunya tinggal menetap di lingkungan sekolah akan sangat memungkinkan sekolah dibuka kembali.