Senin 14 Dec 2020 09:09 WIB

Dolar AS Melemah Jelang Pertemuan The Fed

Investor telah menjual dolar AS karena ekspektasi pemulihan global.

Karyawan melayani pembelian uang dolar Amerika Serikat (AS) di sebuah tempat penukaran uang di Jakarta, Jumat (20/11). Dolar AS sedikit melemah di perdagangan Asia pada Senin (14/12) pagi, menjelang pertemuan dua hari Federal Reserve AS yang berakhir Rabu (16/12).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Karyawan melayani pembelian uang dolar Amerika Serikat (AS) di sebuah tempat penukaran uang di Jakarta, Jumat (20/11). Dolar AS sedikit melemah di perdagangan Asia pada Senin (14/12) pagi, menjelang pertemuan dua hari Federal Reserve AS yang berakhir Rabu (16/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dolar AS sedikit melemah di perdagangan Asia pada Senin (14/12) pagi, menjelang pertemuan dua hari Federal Reserve AS yang berakhir Rabu (16/12). Para pembuat kebijakan diperkirakan akan meningkatkan pembelian surat utang bertenor lebih lama untuk menahan kenaikan imbal hasil.

Sementara itu, poundsterling Inggris menguat terhadap dolar AS dan euro di tengah harapan bahwa Inggris dan Uni Eropa akan mengamankan perjanjian perdagangan bebas setelah keputusan mereka untuk memperpanjang negosiasi melampaui batas waktu, Ahad (13/12).

Baca Juga

Beberapa analis memperingatkan penguatan sterling mungkin tidak bertahan lama. Pasalnya, Inggris dan Uni Eropa telah berulang kali berjuang untuk mempersempit perbedaan mereka dan masih ada risiko bahwa perdagangan dan bisnis akan mengalami kekacauan tanpa kesepakatan.

"Ini adalah kenaikan sementara pound, tetapi masih belum jelas bahwa skenario tanpa kesepakatan dapat dihindari," kata Junichi Ishikawa, ahli strategi valuta asing senior di IG Securities di Tokyo.

"Kesepakatan parsial dengan kesepakatan untuk dinegosiasikan lebih lanjut tahun depan mungkin bisa menyelamatkan pound, tapi kekurangan apa pun akan memicu penjualan baru. Saya tidak akan membeli sterling dari sini," lanjutnya

Pound Inggris melonjak 0,73 persen menjadi 1,3319 dolar AS, kenaikan satu hari terbesar sejak 1 Desember. Terhadap euro, sterling naik 0,53 persen menjadi 91,10 pence juga merupakan kenaikan harian terbesar sejak 9 Desember.

Euro naik tipis 0,22 persen menjadi 1,2134 dolar, namun dolar sedikit berubah pada 103,95 yen. London dan Brussel pada Ahad sepakat untuk bekerja ekstra dalam beberapa hari mendatang untuk mencoba mencapai kesepakatan perdagangan yang sulit meskipun melewati tenggat waktu terbaru mereka untuk mencegah keluarnya Inggris dari Uni Eropa yang bergejolak pada akhir bulan.

Inggris secara resmi meninggalkan Uni Eropa pada Januari, tetapi sejak itu berada dalam masa transisi di mana ia tetap berada di pasar tunggal Uni Eropa dan serikat pabean, yang berarti bahwa aturan perdagangan, perjalanan, dan bisnis tetap sama.

Itu semua berakhir pada 31 Desember, dan jika saat itu tidak ada kesepakatan untuk melindungi sekitar satu triliun dolar AS dalam perdagangan tahunan dari tarif dan kuota, bisnis di kedua pihak akan terpukul, tetapi pound Inggris lebih rentan untuk dijual daripada euro, analis memperingatkan.

Dolar AS, yang juga berada di bawah tekanan jual baru-baru ini, menghadapi minggu besar karena pertemuan kebijakan Fed. Indeks dolar terhadap sekeranjang enam mata uang utama berdiri di 90,767, mendekati level terendah 2,5 tahun.

Investor telah menjual dolar AS karena ekspektasi pemulihan global, didukung oleh berita vaksin virus corona yang positif dan harapan untuk stimulus AS lebih lanjut yang akan mengangkat selera risiko pasar. Dolar juga berada di bawah tekanan karena ekspektasi bahwa suku bunga AS akan tetap rendah untuk waktu yang lama.

Di tempat lain, dolar Australia naik tipis terhadap mata uang AS sebelum rilis risalah bank sentral yang dapat mendorong investor untuk mengurangi spekulasi pelonggaran moneter tambahan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement