REPUBLIKA.CO.ID, COLOGNE -- Kepala badan keselamatan penerbangan Eropa (EASA) mengatakan dia yakin Boeing 737 Max sekarang aman untuk terbang. Direktur Eksekutif EASA Patrick Ky mengatakan organisasinya tidak meninggalkan kebutuhan bisnis yang terlewat dalam peninjauannya terhadap pesawat dan analisisnya terhadap perubahan desain yang dibuat oleh pabrikan asal AS tersebut.
Pesawat itu dilarang terbang pada Maret 2019 setelah terlibat dalam dua kecelakaan dahsyat, di mana total 346 orang tewas. Pesawat 737 Max sudah diizinkan untuk melanjutkan penerbangan di AS dan Brasil. EASA berharap dapat memberikan izin 737 Max untuk kembali beroperasi di Eropa pada pertengahan Januari dilansir di BBC, Senin (21/12).
Kecelakaan pertama pesawat terjadi pada Oktober 2018, ketika sebuah jet Lion Air jatuh di laut lepas Indonesia. Kecelakaan kedua melibatkan Ethiopian Airlines yang jatuh tak lama setelah lepas landas dari Addis Ababa, hanya empat bulan kemudian.
Keduanya dikaitkan dengan perangkat lunak kontrol penerbangan yang cacat, yang menjadi aktif pada waktu yang salah dan mendorong hidung pesawat menukik ke bawah dengan cepat. Sejak kecelakaan Ethiopia, EASA telah melakukan peninjauan root-and-branch dari desain 737 Max secara independen dari proses serupa yang dilakukan oleh regulator AS, Federal Aviation Administration (FAA).
Kajian tersebut, kata Ky, melampaui penyebab langsung dari dua kecelakaan dan modifikasi yang diusulkan oleh Boeing. "Kami melangkah lebih jauh dan meninjau semua kontrol penerbangan, semua mesin pesawat," jelasnya.
Tujuannya adalah untuk melihat apa pun yang dapat menyebabkan kegagalan kritis. Untuk kembali berfungsi, pesawat yang ada sekarang harus dilengkapi dengan perangkat lunak komputer baru serta menjalani perubahan pada kabel dan instrumentasi kokpitnya.
Pilot harus menjalani pelatihan wajib. Setiap pesawat harus menjalani uji terbang untuk memastikan perubahan telah dilakukan dengan benar. Regulator AS, FAA, telah menetapkan kondisi serupa.
"Kami sangat yakin bahwa sekarang ini adalah pesawat yang sangat aman," tambah Ky.
Sebagian besar pekerjaan sertifikasi keselamatan awal pada 737 Max dilakukan oleh FAA dan hanya didukung oleh EASA di bawah ketentuan perjanjian internasional yang telah lama ada. Namun dengan FAA sekarang menghadapi kritik keras karena mengizinkan pesawat yang tampaknya cacat untuk digunakan, Ky mengatakan di masa depan banyak hal akan dilakukan secara berbeda.
"Yang pasti ada hikmah dari hal ini yang akan memicu aksi-aksi baru dari pihak kami,” jelasnya.
Secara khusus, jika EASA bukan otoritas utama yang melaksanakan pekerjaan keselamatan, EASA akan memeriksa keputusan orang lain dengan lebih cermat. "Kami akan melakukan penilaian keamanan kami sendiri, yang akan menjadi jauh lebih komprehensif daripada sebelumnya," katanya.