Ahad 27 Dec 2020 13:09 WIB

Biden Kritik Trump Tolak Tanda Tangani UU Bantuan Covid-19

Bantuan Covid-19 memberi setiap warga AS jaminan pengangguran dan bantuan finansial

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Presiden terpilih Joe Biden berbicara di The Queen Theatre di Wilmington, Del., Selasa, 22 Des 2020.
Foto: AP/Carolyn Kaster
Presiden terpilih Joe Biden berbicara di The Queen Theatre di Wilmington, Del., Selasa, 22 Des 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Joe Biden mendesak Donald Trump menandatangani anggaran dan undang-undang bantuan Covid-19. Ia mengatakan bantuan itu dibutuhkan masyarakat AS untuk mengatasi dampak ekonomi pandemi virus corona.

Dalam pernyataan tertulisnya, Biden yang akan dilantik pada 20 Januari mendatang mengatakan tindakan Trump 'melepaskan tanggung jawab' dapat memicu 'konsekuensi yang menghancurkan'.

Baca Juga

"Ini satu hari usai Natal dan jutaan keluarga tidak tahu apakah mereka dapat memenuhi kebutuhan karena Presiden Donald Trump menolak menandatangani bantuan ekonomi yang disetujui Kongres dan didukung mayoritas bipartisan," kata Biden seperti dikutip Aljazirah, Sabtu (27/12).

"Undang-undang ini sangat penting, harus segera ditandatangani sebagai hukum," ujarnya.

Tindakan Trump menolak menandatangani undang-undang bantuan Covid-19 tersebut membuat jutaan orang kehilangan jaminan pengangguran pada Sabtu kemarin. Kongres sudah meloloskan undang-undang itu pekan lalu setelah menjalani perdebatan partisan selama berbulan-bulan.

Bantuan virus corona itu termasuk dari undang-undang anggaran pemerintah federal AS senilai 1,4 triliun dolar AS yang diloloskan House of Representative dan Senat pekan ini. Bantuan tersebut akan memberikan setiap warga AS jaminan pengangguran dan bantuan finansial sebesar 600 dolar.

Johns Hopkins University mencatat sejak awal pandemi AS sudah melaporkan lebih dari 18,7 juta kasus infeksi dan 330 ribu kasus kematian terkait virus korona. Negeri Paman Sam menjadi negara yang paling banyak mengkonfirmasi kasus positif.

"Ini permainan catur dan kami pionnya," kata wiraswasta  Lanetris Haines, seorang orang tua tunggal dengan tiga anak di South Bend, Indiana.

Karena Trump menolak menandatangani undang-undang bantuan tersebut, Haines dapat kehilangan bantuan sebesar 129 dolar AS per pekan yang ia terima karena kehilangan pekerjaan selama pandemi.

Ayah empat orang anak, Earl McCarthy mengatakan ia mengandalkan dana bantuan sejak kehilangan pekerjaannya. Bila Trump tidak segera menandatangani undang-undang tersebut maka ia tidak memiliki pemasukan sama sekali pada pekan kedua bulan Januari.

"Seluruh pengalaman ini menakutkan," kata McCarthy yang menerima 350 dolar AS per pekan.

"Saya ngeri membayangkan bila saya tidak menabung sama sekali atau memiliki dana darurat selama lima bulan, kemana kami akan melangkah?" katanya.

Trump mengatakan bantuan satu kali yang tercantum dalam undang-undang itu terlalu rendah. "Sederhananya saya ingin rakyat hebat kami mendapatkan 2.000 dolar AS, dibandingkan 600 dolar AS yang sangat sedikit yang tercantum di undang-undang," cicit Trump pada Sabtu pagi.

Ia tidak mengatakan apakah berniat memveto legislasi itu atau tidak. Trump masih dapat menandatanganinya dalam beberapa hari ke depan. Kamis (24/12) lalu Partai Demokrat berusaha meningkatkan bantuan menjadi 2.000 dolar AS tapi Partai Republik yang mendukung Trump menghalangi upaya.

House of Representative yang dikuasai Demokrat berencana memveto undang-undang tersebut pada pekan ini hingga menjadi 2.000 dolar AS. Tapi tenggat waktu bantuan pengangguran khusus itu berakhir Sabtu lalu.

Media-media AS mengatakan undang-undang itu akan berdampak pada 14 juta orang. Undang-undang bantuan Covid-19 ini membuat masyarakat dapat menerima bantuan hingga bulan Maret.

Surat kabar New York Times melaporkan undang-undang itu akan memberikan bantuan pada jutaan orang. Pemerintah AS akan shutdown pada Selasa (29/12) bila Kongres tidak berhasil menemukan titik temu mengenai undang-undang itu. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement