Rabu 30 Dec 2020 04:57 WIB

Anatomi Hukum Kasus PTPN VIII VS Pesantren Habib Rizieq

Mengkaji kasus sengketa lahan HGU antara PTPN VIII dan Pesantren Habib Rizieq Shihab

Sejumlah spanduk sambutan kedatangan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab terpampang di sepanjang jalan menuju Markaz Syariah, Pesantren Alam Agrokultural, Mega Mendung, Kabupaten Bogor
Foto: Republika/Shabrina Zakaria
Sejumlah spanduk sambutan kedatangan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab terpampang di sepanjang jalan menuju Markaz Syariah, Pesantren Alam Agrokultural, Mega Mendung, Kabupaten Bogor

REPUBLIKA.CO.ID, -- Oleh: DR Maiyasak Johan, Advokat Senior/Mantan Wakil Ketua Komisi III DPR RI periode 2004 - 2009

Somasi PTPN VIII kepada pihak Pesantren Agrokultural Markas Syariah yang diasuh Habib Rizieq Shihab, telah membuat masyarakat luas tersentak. Dan setuju atau tidak, berbagai analisa dng pendekatan politik pun tak terhindarkan. 

Terlepas dari itu semua,  secara formal hingga saat ini Indonesia masih merupakan negara hukum, karena itu kita harus melihat sengketa antara PTPN VIII dengan pihak Pesantren ic Habib Riziek itu dari sisi hukum.

Dari aspek hukum perdata, kedudukan dari Pihak Pesantren/Habib Rizieq dalam praktik disebut sebagai “Pihak Pembeli yang beriktikad baik”. 

Dikatakan sebagai pihak pembeli yang beriktikad baik karena peralihan hak dari pihak yang mengaku sebagai pemilik dilakukan secara sah menurut kebiasaan Setempat.

Dan peristiwa peralihan itu sudah berlangsung lama, setidaknya sejak transaksi peralihan hak dari yang mengaku sebagai pemilik dengan pihak Pesantren/Habib Riziek, sementara pihak PTPN VIII menjelaskan sejak tahun 2013.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement