Advertisement

In Picture: Prahara Natuna di Sela Pandemi Covid-19

Kamis 31 Dec 2020 06:02 WIB

Red: Budi Raharjo

Koarmada I mengerahkan tujuh KRI pada Latihan Operasi Dukungan Tembakan TA 2020 di Perairan Natuna Selatan dan sekitarnya, Rabu (25/11).

Foto: Dok Koarmada I
Bangsa yang cinta damai tentunya harus siap untuk berperang.

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh Hiru Muhammad, Redaktur Republika

Pandemi Covid-19 jelang akhir tahun kembali memuncak seiring dengan hadirnya vaksin dan libur akhir tahun yang beroptensi menjadi klaster baru Covid-19. Menghangatnya berita Covid-19, telah menyedot perhatian publik tanah air sepanjang 2020 ini. Hal tersebut seolah membuat publik terlupakan sejenak dengan gejolak konflik di Laut Cina Selatan.

Kondisi ini sudah tentu menjadi keuntungan bagi Cina yang telah menduduki sebagian besar kawasan yang masih disengketakan sejumlah negara anggota ASEAN tersebut. Putusan PBB yang menolak klaim sepihak Cina atas kepulauan Spratley seolah tak ada artinya bagi Cina.

Negeri Tirai Bambu tersebut terus sibuk membangun fasilitas militer di tengah perhatian dunia yang tertuju ke pandemi Covid-19. Sejumlah negara anggota ASEAN tidak bisa berbuat banyak menghadapi ekspansi militer Cina di kawasan yang kaya sumber alam dan mineral ini.

Tak terkecuali Indonesia yang sudah berulangkali menghadapi kasus pencurian ikan yang dilakukan kapal penangkap ikan Vietnam maupun Cina. Bahkan nelayan Cina sempat mendapat kawalan dari kapal penjaga pantai Cina yang harus bersitegang dengan kapal perang TNI AL dan Bakamla RI.

Sebenarnya Indonesia telah menyadari potensi konflik di laut Cina selatan atau Laut Natuna Utara ini sejak lama. Namun, karena keterbatasan anggaran pertahanan penanganan masalah Natuna terkesan menjadi kurang prioritas. Terlebih dengan merebaknya wabah Covid-19 yang memperburuk ekonomi nasional.

Gerak cepat pemerintah untuk mengatasi masalah Natuna patut didukung penuh. Khususnya upaya kementerian pertahanan Indonesia dan kementerian luar negeri yang berupaya menjalin komunikasi politik dan diplomatik dengan sejumlah negara. Hasilnya pun tidak mengecewakan, meski belum memuaskan. Sejumlah negara dikawasan Asia Tenggara mulai menunjukkan sikap tegas mereka.

AS dan Jepang, dua kekuatan utama di kawasan Asia juga tidak tinggal diam. Armada ketujuh AS sepanjang 2020 ini telah menempatkan tiga kapal induknya di kawasan ini. Bahkan AS dikabarkan sedang mencari lokasi baru untuk pangkalan militer mereka di kawasan ini. Hubungan baik AS dengan Filipina dan Singapura menjadi modal penting untuk membangun aliansi kekuatan di kawasan ini selain Australia, Jepang dan India.

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh Hiru Muhammad, Redaktur Republika

Pandemi Covid-19 jelang akhir tahun kembali memuncak seiring dengan hadirnya vaksin dan libur akhir tahun yang beroptensi menjadi klaster baru Covid-19. Menghangatnya berita Covid-19, telah menyedot perhatian publik tanah air sepanjang 2020 ini. Hal tersebut seolah membuat publik terlupakan sejenak dengan gejolak konflik di Laut Cina Selatan.

Kondisi ini sudah tentu menjadi keuntungan bagi Cina yang telah menduduki sebagian besar kawasan yang masih disengketakan sejumlah negara anggota ASEAN tersebut. Putusan PBB yang menolak klaim sepihak Cina atas kepulauan Spratley seolah tak ada artinya bagi Cina.

Negeri Tirai Bambu tersebut terus sibuk membangun fasilitas militer di tengah perhatian dunia yang tertuju ke pandemi Covid-19. Sejumlah negara anggota ASEAN tidak bisa berbuat banyak menghadapi ekspansi militer Cina di kawasan yang kaya sumber alam dan mineral ini.

Tak terkecuali Indonesia yang sudah berulangkali menghadapi kasus pencurian ikan yang dilakukan kapal penangkap ikan Vietnam maupun Cina. Bahkan nelayan Cina sempat mendapat kawalan dari kapal penjaga pantai Cina yang harus bersitegang dengan kapal perang TNI AL dan Bakamla RI.

Sebenarnya Indonesia telah menyadari potensi konflik di laut Cina selatan atau Laut Natuna Utara ini sejak lama. Namun, karena keterbatasan anggaran pertahanan penanganan masalah Natuna terkesan menjadi kurang prioritas. Terlebih dengan merebaknya wabah Covid-19 yang memperburuk ekonomi nasional.

Gerak cepat pemerintah untuk mengatasi masalah Natuna patut didukung penuh. Khususnya upaya kementerian pertahanan Indonesia dan kementerian luar negeri yang berupaya menjalin komunikasi politik dan diplomatik dengan sejumlah negara. Hasilnya pun tidak mengecewakan, meski belum memuaskan. Sejumlah negara dikawasan Asia Tenggara mulai menunjukkan sikap tegas mereka.

AS dan Jepang, dua kekuatan utama di kawasan Asia juga tidak tinggal diam. Armada ketujuh AS sepanjang 2020 ini telah menempatkan tiga kapal induknya di kawasan ini. Bahkan AS dikabarkan sedang mencari lokasi baru untuk pangkalan militer mereka di kawasan ini. Hubungan baik AS dengan Filipina dan Singapura menjadi modal penting untuk membangun aliansi kekuatan di kawasan ini selain Australia, Jepang dan India.

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 

Ikuti Berita Republika Lainnya