REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Warga Desa Bangun di Jawa Timur memiliki pendapatan yang cukup baik dari memilah sampah. Namun pekerjaan ini menjadi ancaman bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Desa Bangun di Mojokerto, Jawa Timur, mendapat sorotan di beberapa tahun belakangan karena permasalahan impor sampah plastik ilegal. Di sana sampah plastik yang dikirim dari Amerika atau Eropa dipilah oleh warga untuk mereka jual kembali.
Namun, profesi pemilahan sampah warga Desa Bangun ini tidak berawal saat sampah plastik impor masuk Indonesia. Mereka sudah memilah milih sampah sejak puluhan dekade ke belakang.
Rebin, seorang warga desa Bangun yang sudah sejak 2005 menjadi pemulung dan pemilah sampah plastik. Rebin mengisahkan, keberadaan sampah plastik di Desa Bangun ini tidak lepas dari adanya pabrik kertas Pakerin (Pabrik Kertas Indonesia), yang berdiri dan beroperasi sejak 1977, dan melakukan pengembangan pada 1985.
Sampah plastik dari Pakerin dan sejumlah pabrik kertas lain di Jawa Timur, dulunya diberikan secara cuma-cuma kepada warga yang mau memanfaatkannya. Warga cukup hanya memberi ongkos suka rela untuk sopir truk yang membawa sampah plastik ke desa mereka. Seiring berjalannya waktu, warga justru harus membeli sampah plastik dari pabrik kertas untuk dipilah dan dijual lagi
"Jadi dulu itu tidak beli, semua dibagi sesuai urutan atau jadwalnya. Tapi kalau sekarang harus bayar, antara 150 ribu atau 100 ribu, lihat kondisi sampahnya. Kalau banyak yang bisa dimanfaatkan ya berani ambil, tapi kalau tidak ada apa-apanya alias kosong rosokannya ya kami tidak mau ambil,” kata Rebin, kepada Deutsche Welle.