Senin 04 Jan 2021 06:13 WIB

Perjalanan di Titik Persimpangan: Catatan 28 Tahun Republika

Republika tetap mengafirmasi berbagai terobosan teknologi.

Halaman muka Koran Republika.
Foto: Tim Desain Republika
Halaman muka Koran Republika.

Oleh : Irfan Junaedi, Pemimpin Redaksi Republika

REPUBLIKA.CO.ID. --- Orang sudah tidak lagi membaca koran. Nonton TV juga sudah jarang. Dengar radio kalau di mobil saja. Kalimat-kalimat tersebut kerap kita dengar. Kira-kira, memang seperti itulah tantangan yang sedang dihadapi para pengelola media massa. Situasi yang bisa jadi memang sulit untuk dihadapi dan diatasi. Kreativitas, inovasi, kecanggihan dalam merangkul publik, dan keteguhan menjaga kredibilitas informasi serta semangat mengusung nilai-nilai kebaikan menjadi kuncinya.

Pilihan publik untuk bisa mendapatkan akses informasi sudah sangat banyak. Untuk mendapatkan informasi, publik tidak perlu lagi harus berlangganan koran atau memantau siaran televisi dan radio secara terus-menerus. Sumber-sumber informasi kini justru beradu cepat untuk bisa merangkul audiens.

Berita sudah seperti oksigen yang jumlahnya berlimpah. Untuk menikmatinya juga publik tidak harus membayar. Hanya dalam kondisi darurat, orang mau membeli oksigen tabung untuk membantu pernapasan. Dalam situasi seperti ini, media massa berhadapan dengan tantangan besar untuk bisa terus memainkan perannya sebagai pilar keempat demokrasi.

Sebelum reformasi terjadi pada 1998, sumber berita benar-benar berada dalam otoritas media massa. Publik menjadikan berita sebagai sumber daya terbatas. Republika yang lahir 4 Januari 1993 sempat mengalami situasi ini. Ruang informasi di masyarakat banyak sekali dipengaruhi pemberitaan di media massa.

Dalam situasi tersebut, tantangan yang dihadapi media massa adalah isu freedom of the press. Sensor berlaku dan pilihan berita media massa banyak berada dalam kontrol negara. Tidak mudah untuk bisa menghadapi persimpangan seperti ini; memenuhi sepenuhnya dahaga publik atau mengikuti kontrol negara.

Isu freedom of the press otomatis berakhir ketika reformasi bergulir dan pemerintahan berganti. Media diberi kebebasan luas sekali. Sensor dihilangkan dan semua pihak bisa membangun media tanpa ada persyaratan khusus. Begitu banyak media lahir dengan kualitas konten yang sangat beragam. Ada yang kuat memegang etika, banyak pula yang mengabaikannya.

Seleksi alam pun terjadi. Media yang benar dan kuat dalam menjaga kredibilitas bisa berlanjut. Media yang hanya menyajikan sensasi dan mengabaikan etika, bertumbangan satu per satu. Dalam fase ini, publik banyak mengalami bias informasi. Judul dan isi mengalami kesenjangan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement