REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cuaca yang dingin seperti musim hujan dan salju sering kali dikaitkan dengan kejadian pilek dan flu yang tinggi. Padahal, cuaca yang dingin atau suhu yang turun bukanlah akar masalah dari penyebaran pilek dan flu.
Seperti diketahui, pilek atau salesma umumnya disebabkan oleh rhinovirus. Penyebaran rhinovirus tampak mengalami lonjakan di cuaca dingin, seperti pada akhir musim gugur dan awal musim dingin di Amerika Serikat.
Di lain sisi, flu disebabkan oleh virus influenza. Seperti halnya rhinovirus, virus influenza juga kerap mengalami lonjakan di saat cuaca dingin, seperti pada pertengahan hingga pengujung musim dingin.
Meski begitu, cuaca yang dingin bukanlah akar masalah dari terjadinya lonjakan tersebut. Virus-virus yang menyerang saluran pernapasan cenderung menyebar lebih cepat di kala cuaca dingin karena di momen-momen ini orang-orang lebih banyak menghabiskan waktu di dalam ruangan bersama-sama. Situasi seperti ini lebih mempermudah terjadinya penyebaran virus.
"Kebanyakan dari (penyebaran virus yang menyerang saluran pernapasan) itu tidak berkaitan dengan suhu," ujar ahli penyakit menular Dr Daniel Griffin dari ProHEALTH, seperti dilansir Today.
Selain itu, momen liburan juga turut berperan dalam penyebaran virus penyebab pilek dan flu. Sebagai contoh, Griffin mengatakan, lonjakan kasus pilek dan flu seringkali terjadi pascalibur Thanksgiving dan libur Natal.
Minimnya paparan sinar matahari juga dinilai menjadi faktor yang memicu terjadinya lonjakan kasus pilek dan flu di kala cuaca dingin. Seperti diketahui, sinar ultraviolet dari matahari dapat membantu membunuh virus. Namun, paparan sinar matahari minim didapatkan di saat cuaca dingin.
"Di musim dingin, siang hari menjadi lebih pendek, matahari tidak begitu tinggi di langit, sehingga kita mendapatkan lebih sedikit (paparannya)," ungkap Dr Griffin.