REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Agama Islam menganjurkan berdoa untuk kaum muslim yang hidup maupun yang sudah meninggal dunia. Membaca Alqur’an juga merupakan salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan. Namun, di kalangan ulama terdapat perbedaan terkait bermanfaat atau tidaknya bacaan itu bagi orang yang sudah meninggal.
Dalam buku M. Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui dijelaskan bahwa dalam kitab-kitab hadits standar memang ditemukan hadits-hadits yang menganjurkan pembacaan Alqur’an bagi orang yang akan atau telah meninggal.
Misalnya, Abu Daud meriwayatkan bahwa sahabat Nabi, Ma’qil bin Yasar menyatakan bahwa Nabi Saw bersabda, “Bacalah surah Yasin untuk orang-orang yang (akan atau sudah) mati (dari kaum Muslim).”
Menurut M Quraish, nilai kesahihan hadits ini dan semacamnya diperselisihkan. Namun, di kalangan para ulama hadits dikenal kaidah yang menyatakan bahwa hadits-hadits yang tidak terlalu lemah dapat diamalkan, khususnya dalam bidang berbagai keutamaan (fadhail).
Jadi, menurut dia, sebagian ulama menyatakan bahwa membaca Alqur’an pada dasarnya dibenarkan kapan dan di mana pun. Sekalipun hadits di atas lemah, tidak ada halangan untuk membaca ayat-ayat Alqur’an bagi orang yang akan atau sudah wafat. Yang diperselisihkan oleh para ulama hanyalah ganjaran bancaan itu apakah dapat diperoleh oleh almarhum atau tidak.
Dalam bukunya yang berjudul Yas’alunaka, Syekh Muhammad asy-Syarabashi mengutip pendapat al-Qarafi dalam kitab al-Faruq bahwa kebajikan yang dilakukan seseorang kepada orang lain yang telah meninggal mencakup tiga kategori.
Pertama, yaitu disepakati tidak bermanfaat, seperti keimanan seseorang yang ingin diberikan ganjarannya kepada orang lain. Kedua, disepakati bermanfaat seperti sedekah. Dan ketiga, diperselisihkan apakah bermanfaat atau tidak, seperti menghajikan, berpuasa, dan membaca Alqur’an untuknya.
Pada dasarnya, menurut M Quraish, mazhab Imam Syafi’i menilai bahwa pahalanya tidak bermanfaat bagi orang yang telah wafat. Sedangkan mazhab Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa pahalanya dapat diterima oleh orang yang telah wafat.
Imam al-Qarafi yang bermazhab Maliki tersebut kemudian menutup keterangannya dengan menagatakan, “Persoalan ini walaupun diperselisihkan, tidak wajar untuk ditinggalkan dalam hal pengamalannya. Sebab, siapa tahu, hal itu benar-benar dapat diterima oleh orang yang telah wafat, karena yang demikian itu berada di luar jangkauan pengetahuan kita.”