Ahad 17 Jan 2021 13:30 WIB

AS: Bahrain dan Uni Emirat Arab Mitra Keamanan Utama

Pernyataan AS berkaitan dengan langkah Bahrain-UEA menormalisasi hubungan Israel

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
 Menteri Luar Negeri Bahrain Abdullatif bin Rashid Alzayani berbicara selama konferensi pers bersama dengan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu setelah pertemuan trilateral mereka di Yerusalem pada Rabu, 18 November 2020.
Foto: AP/Menahem Kahana/Pool AFP
Menteri Luar Negeri Bahrain Abdullatif bin Rashid Alzayani berbicara selama konferensi pers bersama dengan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu setelah pertemuan trilateral mereka di Yerusalem pada Rabu, 18 November 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Amerika Serikat (AS) menyebut Bahrain dan Uni Emirat Arab (UEA) sebagai mitra keamanan utama mereka. Istilah yang sebelumnya tidak pernah disebutkan untuk dua negara yang menjadi tuan rumah operasi militer AS.

Pernyataan Gedung Putih ini berkaitan dengan langkah Bahrain dan UEA menormalisasi hubungan dengan Israel. "(Normalisasi hubungan itu) mencerminkan keberanian, hasrat, dan kepemimpinan mereka yang luar biasa," kata Gedung Putih, Sabtu (16/1).  

Baca Juga

Washington juga mencatat dua negara itu sudah lama terlibat dalam langkah-langkah militer AS. Belum diketahui apa dampak istilah atau status itu pada Bahrain dan UEA. Bahrain merupakan tuan rumah dari Armada ke-5 Angkatan Laut AS sementara pelabuhan Jebel Ali di UEA menjadi pelabuhan yang banyak menampung kapal tempur AS.

Bahrain menampung sekitar 5.000 pasukan AS sementara UEA menampung 3.500 pasukan, sebagian besar di Pangkalan Udara Al-Dhafra. AS menggunakan istilah 'sekutu utama Non-NATO' pada Kuwait, negara yang menjadi tuan rumah pusat Komando Angkatan Darat AS.

Status itu membuat Kuwait negara di luar NATO yang mendapat bantuan finansial dan militer khusus. Bahrain juga dianggap sebagai sekutu non-NATO.

Pusat Komando AS dan Pentagon belum menjawab permintaan komentar. Sementara Armada ke-5 Angkatan Laut AS merujuk ke Departemen Luar Negeri untuk menjawab pertanyaan mengenai hal itu. Departemen Luar Negeri AS juga belum menanggapi permintaan komentar.

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement