Jumat 22 Jan 2021 04:55 WIB

Pemimpin Muslim Prancis Teken Piagam Nilai Republik

Macron menegaskan kesesuaian Islam dengan sekularisme.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Ani Nursalikah
Pemimpin Muslim Prancis Teken Piagam Nilai Republik. Salah satu Imam di Masjid Agung Paris, Prancis memberikan khutbah Jumat.
Foto: EPA-EFE/MOHAMMED BADRAEPA
Pemimpin Muslim Prancis Teken Piagam Nilai Republik. Salah satu Imam di Masjid Agung Paris, Prancis memberikan khutbah Jumat.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Dewan Muslim Prancis secara resmi menyetujui piagam prinsip untuk Islam di Prancis setelah beberapa pekan negosiasi. Teks tersebut yang diminta oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron pada November sebagai bagian dari serangannya terhadap “separatisme” dan menegaskan kesesuaian Islam dengan sekularisme.

“Kami menegaskan kembali sejak awal bahwa baik keyakinan agama kami maupun alasan lain tidak dapat menggantikan prinsip-prinsip yang terdapat dalam hukum dan konstitusi Prancis. Tidak ada keyakinan agama yang dapat digunakan untuk menghindari kewajiban warga negara. Dari sudut pandang agama dan etika, Muslim, baik warga negara maupun warga asing, terikat ke Prancis dengan sebuah pakta. Ini mengikat mereka untuk menghormati kohesi nasional, ketertiban umum dan hukum Prancis. Oleh karena itu, setiap penandatangan piagam ini berjanji, dengan hormat dan bermartabat, untuk bekerja demi perdamaian sipil dan untuk melawan semua bentuk kekerasan dan kebencian,” tulis teks itu.

Baca Juga

Dikutip 5 Pillars UK, piagam berjanji untuk empat hal. Pertama, menolak serangan terhadap mereka yang meninggalkan Islam.

Kedua, menolak semua diskriminasi berdasarkan agama, jenis kelamin, orientasi seksual, etnis, kesehatan atau kecacatan. Ketiga, melawan ideologi tafkiri, dan terakhir memerangi politik Islam yang didefinisikan sebagai salafisme, wahhabisme, tabligh, dan ikhwanul muslimin.

“Kami berjuang dengan tekad melawan setiap gerakan atau ideologi yang proyeknya mengalihkan agama kami dari tujuan sebenarnya. Oleh karena itu, kami berkomitmen tidak menggunakan Islam atau konsep umat dalam perspektif politik lokal atau nasional serta untuk kebutuhan agenda politik yang didikte oleh kekuatan asing yang menyangkal pluralitas konstituen dengan Islam,” ujar teks itu.

Teks tersebut juga menolak mengizinkan tempat ibadah yang menyiarkan pidato politik atau mengimpor konflik di daerah lain. Masjid dan tempat ibadah disediakan untuk sholat dan transmisi nilai-nilai, bukan untuk menyebarkan pidato nasionalis yang membela rezim asing dan mendukung kebijakan luar negeri yang bermusuhan dengan Prancis.

Baca juga: Macron Keluarkan Ultimatum 15 Hari untuk Pemimpin Muslim

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement