Ahad 24 Jan 2021 00:49 WIB

Epidemiolog Sarankan Pemerintah Lakukan Testing Massal

Pemerintah bisa memeriksa tes massal tetangga orang yang positif Covid-19.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Ratna Puspita
Ilustrasi Covid-19
Foto: Pixabay
Ilustrasi Covid-19

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penularan virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) di Tanah Air masih terjadi. Pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) Laura Navika Yamani menyarankan pemerintah bisa meningkatkan pelacakan untuk menambah orang yang dites, salah satunya dengan menggelar testing massal.

Laura mengatakan, seharusnya upaya pengendalian pandemi penyakit-penyakit menular dengan melakukan 3T, yaitu testing, tracing/telusur, dan treatment/tindak lanjut. Laura mengatakan, pekerjaan rumah pemerintah adalah menambah kapasitas pelacakan dan orang yang dites Covid-19. 

Baca Juga

Ketika ada satu kasus positif Covid-19 dari hasil pemeriksaan atau testing, pemerintah bisa melacak 20-30 orang. Ini sesuai rekomendasi organisasi kesehatan dunia PBB (WHO) bahwa pelacakan dilakukan antara 20-30 orang. 

"Tetapi selama ini pemerintah bisa tracing maksimal 10 orang saja, ya. Ini harus dilihat masalahnya kenapa sangat sedikit yang dilacak," ujarnya saat dihubungi Republika, Sabtu (23/1).

Untuk menambah orang yang dites, ia menyarankan pemerintah bisa melakukan testing massal, terutama di daerah yang kasus Covid-19 tinggi. Misalnya, ia menyontohkan, ada yang positif Covid-19 di satu kampung atau satu RT maka pemerintah bisa memeriksa tes massal tetangganya dalam satu gang atau rukun tetangga.

Pemerintah bisa juga melakukan testing massal dalam satu klaster Covid-19, misalnya kantor.

Terkait ketentuan orang yang akan melakukan perjalanan harus melampirkan hasil testing, Laura menyebutkan itu tidak menjadi masalah. Sebab bisa jadi ada imported case, khususnya jika orang ini bepergian dari zona merah pergi ke daerah lain. 

"Kita tidak berharap dia menjadi sumber penularan kan," katanya. 

Ia juga menjelaskan kemungkinan sangat sedikit yang dlacak. Misalnya pada awal banyak orang sampai lari dan menolak untuk ditelusuri karena merasa takut ketika terjaring contact tracing.

Selain itu, ia mengatakan, ada kemungkinan orang terjaring pelacakan ini takut dikucilkan warga. Ketika positif Covid-19, banyak pasien yang positif keberatan untuk isolasi mandiri karena posisinya menjadi kepala keluarga yang harus bekerja atau bahkan tidak tahu harus isolasi dimana.

"Ini yang harus dilihat," ujarnya.

Minimnya pelacakan inilah yang membuat pemeriksaan belum maksimal.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement