Selasa 26 Jan 2021 21:46 WIB

Kecenderungan Menyimpang Juru Dakwah Menurut Syekh Ghazali

Juru dakwah rentan dengan penyimpangan menurut Syekh Ghazali

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Juru dakwah rentan dengan penyimpangan menurut Syekh Ghazali. Ilustrasi dakwah
Foto: Antara/Irwansyah Putra
Juru dakwah rentan dengan penyimpangan menurut Syekh Ghazali. Ilustrasi dakwah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Sepak terjang Syekh Muhammad Al-Ghazali, pendakwah asal Mesir, dalam berdakwah tercatat apik dalam sejarah dakwah modern. 

Ini antara lain tertuang dalam karyanya yang telah dialihbahasakan menjadi “Merindu Islam Nabi: Keprihatinan Seorang Juru Dakwah”. Di antara pembahasan yang cukup menarik untuk dibahas adalah bab tentang kecenderungan menyimpang sebagai juru dakwah. 

Baca Juga

Pembahasan ini berangkat dari petualangan penulis di dunia Islam, yang menemukan beberapa orang berbicara tentang Islam dengan cara yang tidak dapat diterima akal.

Jika kaum berakal sangat merindukan kebebasan, menurut Syekh Al-Ghazali, mereka justru gandrung pada segala pembatasan. Jika kaum berakal mengutamakan kemudahan dan kelapangan, mereka justru mengutamakan segala yang menyulitkan dan merumitkan.

Dengan cara berpikir yang tidak sehat seperti itu, yang dipentingkan mereka hanya menakwilkan nas-nas dan mencari-cari dalil-dalil yang aneh dan ganjil, untuk menguatkan pandangan mereka atau memenangkan perdebatan mereka.

Dalam buku ini, Syekh Al-Ghazali berusaha menunjukkan ciri-ciri umum pada orang-orang berbahaya tersebut, yang berbicara tentang Islam dan dakwahnya. Dia pun memberikan beberapa contoh terkait hal itu.

Misalnya, sebagian orang yang mempelajari ilmu hadits ada yang menyatakan bahwa penghapusan perbudakan tidak termasuk dalam ajaran Islam. Lalu, Syekh Al-Ghazali berkata kepada orang itu, “Penyakit yang Anda derita ialah, Anda menyibukkan diri dengan hadits-hadits sebelum menguatkan hubungan Anda dengan Alquran, sehingga Anda tidak memiliki kemampuan ilmiah yang dapat membantu untuk menyimpulkan hukum-hukum yang benar.”

Menurut Syekh Al-Ghazali, dakwah dengan bijaksana adalah dasar untuk menyebarluaskan Islam. Namun, dia seringkali berjumpa dengan orang-orang yang justru menyimpang dalam dakwah Islam. Syekh Al-Ghazali bahkan pernah berjumpa dengan seorang pemuda dari kalangan mereka, yang berkata kepadanya. “Bukankah melibatkan diri sebagai anggota tentara merupakan bagian dari penyembahan berhala?”

Dengan terheran-heran, Syekh Al-Ghazali bertanya kepadanya, “Apa maksud Anda?” Dia berkata, “Sebab, mereka itu memberi hormat pada bendera, dan ini adalah suatu bentuk penyembahan berhala.”

Dalam aktivitas dakwahnya, Syekh Al-Ghazali kerap menemukan umat Islam yang mempertanyakan hal-hal remeh semacam itu, dan melupakan masalah besar yang harus dipikirkan. 

Dia sendiri mengaku kenal dengan orang-orang yang baik hati. Tetapi, menurut dia, mereka itu sangat fanatik terhadap beberapa pandangan yang tidak begitu penting.

Dia mengatakan, orang-orang seperti justu menjadi mangsa empuk bagi musuh-musuh Islam. Karena itu, mata mereka harus dibuka agar mereka menyadari bahwa perilaku ini sangat membahayakan. Dengan demikian, mereka tidak akan menimbulkan malapetakan terhadap agama dan umat.

Di salah satu daerah, Syekh Al-Ghazali juga menemukan orang-orang yang masih disibukkan dengan pertanyaan, “Apakah Alquran makhluk atau bukan?” Padahal, menurut dia, pertanyaan ini adalah masalah yang telah mati sejak 12 abad lalu. Tidak seorang pun kini merasakannya.

Tetapi, menurut dia, orang-orang yang kurang waras jiwanya itu menganggap perlu menghidupkan kembali pertanyaan itu. Memang, kata dia, ada kekuatan-keuatan lokal maupun internasional yang membantu munculnya hal tersebut, sehingga dapat menghancurkan kembali kebangkitan umat masa kini. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement