REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pekan lalu Google mengusulkan sesuatu yang tak mengejutkan. Google mengancam menarik layanan pencariannya atau 'Google Search' dari Australia, jika Pemerintah Australia mengesahkan undang-undang yang ditujukan kepada perusahaan internet raksasa tersebut.
Perseturuan Pemerintah Australia dengan Google berawal dengan adanya wacana aturan yang meminta Google membayar kantor berita untuk setiap berita yang ditampilkan pada hasil pencariannya.
Direktur Google Australia, Mel Silva berpendapat rancangan undang-undang tersebut akan menciptakan "risiko keuangan dan operasional yang tidak dapat dikelola" bagi usaha bisnisnya.
Undang-undang yang diusulkan, dengan nama 'News Media Barganing Code' juga akan meminta Google untuk membuat perjanjian komersial dengan setiap outlet berita. Jika tidak, akan dipaksa melakukan arbitrasi.
Ini bukan pertama kalinya Google berada dalam situasi seperti ini. Pada tahun 2010, Google dan perusahaan teknologi lainnya menjadi sasaran serangan dunia maya yang "sangat canggih dan terarah" asal China dan dilaporkan didukung oleh Pemerintah China.
Serangan itu membuat Google menutup layanannya di China karena diharuskan mematuhi aturan sensor yang berlaku di China.
Akibatnya lebih dari 900 juta pengguna internet di China, atau setara dengan 20 persen pengguna internet aktif di seluruh dunia, tidak dapat mengakses Google dengan mudah.
Apa yang pernah terjadi di China bisa jadi contoh jika Google menghentikan layanannya di Australia atau negara-negara lainnya.