Rabu 03 Feb 2021 17:13 WIB

Aturan Seragam Beratribut Agama Dilarang, Kecuali di Aceh

SKB tiga menteri tentang pakaian seragam dan atribut hanya untuk sekolah negeri.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Andri Saubani
  Siswa membeli makanan ringan dari pedagang kaki lima melalui pagar pada hari sekolah di Banda Aceh, Aceh, Senin (11/1/2021). Aceh menjadi daerah yang dikecualikan dari SKB tiga menteri tentang pengguanaan seragam dan atribut di sekolah negeri. (ilustrasi)
Foto: EPA-EFE/HOTLI SIMANJUNTAK
Siswa membeli makanan ringan dari pedagang kaki lima melalui pagar pada hari sekolah di Banda Aceh, Aceh, Senin (11/1/2021). Aceh menjadi daerah yang dikecualikan dari SKB tiga menteri tentang pengguanaan seragam dan atribut di sekolah negeri. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bersama Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut di Lingkungan Sekolah. SKB ini dilakukan di seluruh sekolah negeri kecuali Provinsi Aceh.

"Para peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan di Provinsi Aceh dikecualikan dari ketentuan keputusan bersama ini sesuai kekhususan Aceh berdasarkan perundang-undangan Aceh," kata Nadiem, dalam telekonferensi, Rabu (3/2).

Baca Juga

SKB tersebut mulai berlaku pada hari ini, namun pemerintah daerah dan kepala sekolah diberikan waktu paling lama 30 hari untuk mencabut peraturan terkait seragam tersebut. Peraturan ini juga hanya berlaku pada sekolah negeri.

Di dalam SKB ini, para murid serta orang tua dan guru tenaga kependidikan adalah pihak yang berhak memilih penggunaan seragam. Baik itu seragam dan atribut tanpa kekhususan agama atau dengan kekhususan agama.

Pihak selain individu tersebut tidak diperkenankan membuat peraturan yang memaksa penggunaan atau pelarangan terhadap atribut keagamaan. Nadiem menjelaskan, kunci yang ditekankan dalam SKB ini adalah hak untuk memakai atribut keagamaan itu adalah milik individu guru, murid, atau orang tua yang bersangkutan.

"Bukan keputusan daripada sekolahnya," kata dia.

Jika terjadi pelanggaran terhadap keputusan bersama ini maka ada beberapa sanksi yang bisa diberikan kepada pihak melanggar. Ia mencontohkan pemerintah daerah bisa memberikan sanksi kepada kepala sekolah atau pendidik, gubernur bisa memberikan sanksi kepada bupati atau wali kota, dan seterusnya.

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, SKB soal Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut di Lingkungan Sekolah mendorong untuk mengajarkan perdamaian dan menghargai perbedaan. Ia mengatakan, sebagai umat beragama harus menyelesaikan perbedaan dengan baik dan saling menghargai.

Yaqut mendorong agar seluruh masyarakat, termasuk di lingkungan sekolah selalu mencari titik persamaan di antara perbedaan yang dimiliki. "Tentu dengan cara bukan memaksakan supaya sama, tapi bagaimana masing-masing umat beragama ini memahami ajaran-ajaran agamanya secara substantif, bukan sekadar simbolik," kata dia, dalam telekonferensi, Rabu (3/2).

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, toleransi dalam keberagaman harus terus didorong. Sekolah seharusnya juga membangun wawasan sikap dan karakter pendidik dan tenaga kependidikan.

"Tujuan penerbitan SKB ini bahwa sekolah memiliki peran penting dan tanggung jawab dalam menjaga eksistensi ideologi dan konsensus dasar bernegara," kata Tito.

photo
Sekolah Tatap Muka (ilustrasi) - (Republika/Mgrol100)

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement