REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri asuransi syariah masih bisa tumbuh secara keseluruhan pada 2020. Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), Erwin Noekman mengatakan pertumbuhan kontribusi masih positif secara statistik meski data full year masih dalam penyusunan.
"Alhamdulillah kondisi industri asuransi syariah masih sustainable, secara umum masih tumbuh positif," katanya dalam Zoominar yang diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA), Selasa (2/2).
Meski di tengah kondisi pandemi kontribusi asuransi syariah masih bisa tumbuh double digit, sementara aset single digit. Menurutnya, pada 2021, kontribusi masih bisa tumbuh di kisaran 10 persen, dan aset tidak jauh berbeda, sesuai dengan kondisi ekonomi makro yang melambat.
Ketua Umum AASI yang juga Direktur Pemasaran PT Asuransi Takaful Umum, Tatang Nurhidayat menambahkan bukan sebuah kebetulan bahwa asuransi syariah berhasil tutup tahun dengan pertumbuhan positif. Secara umum, bisnis asuransi syariah total tumbuh sekitar lima persen.
"Kalau kita bedah, di asuransi umum secara total pertumbuhannya negatif, sementara asuransi jiwa positif," katanya.
Jika dibedah lebih lanjut, pertumbuhan perusahaan asuransi umum full pledge syariah masih positif dibandingkan Unit Syariah. Lima perusahaan full pledge ini, termasuk Takaful, masih menunjukan kinerja positif.
Takaful Umum sendiri mencapai target kinerja perusahaan sekitar 130 persen dari target yang dicanangkan. Dengan pertumbuhan di atas 70 persen secara tahunan. Pada Januari 2021, Takaful juga menunjukkan kinerja pertumbuhan bisnis yang baik yakni hampir 60 persen.
"Ini menunjukkan bahwa perusahaan asuransi syariah full pledge bisa lebih baik, Unit Syariah bisa lebih leluasa jika lepas dari induknya," katanya.
Perusahaan asuransi diharuskan memisahkan unit syariahnya dengan batas waktu 17 Oktober 2024. Sebelumnya, perusahaan-perusahaan asuransi harus menyampaikan rencana kerja pemisahan UUS kepada OJK hingga Oktober 2020.