REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menyasar 57 juta usaha ultra mikro yang minim akses pendanaan agar diberikan fasilitas pinjaman murah via layanan digital.
Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan, saat ini baru sekitar 20 persen usaha ultra mikro yang memiliki akses pembiayaan. "Mudah-mudahan kita bisa melayani masyarakat sebanyak mungkin dengan biaya yang semurah mungkin," ujar dia dalam keterangan resmi, Sabtu (6/2).
Ia mengatakan, selama ini ada sekitar lima juta pengusaha ultra mikro mencari sumber pendanaan dari rentenir dengan bunga tinggi, sebanyak tujuh jutanya mendapat pinjaman dari kerabat, dan sebanyak 18 juta lagi masih bingung harus kemana mencari pinjaman.
"Kita mencari sasaran yang lebih kecil, tapi jumlahnya banyak. Prosesnya memang harus digital, pelayanan melalui platform digital supaya cepat," ucap Sunarso.
Sunarso menjelaskan, usaha ultra mikro berada di bawah koordinasi unit bisnis usaha mikro, dengan kredit di bawah Rp 10 juta. Tenor pinjaman bisa lebih pendek karena banyak dari pelaku usaha ultra mikro kebutuhan pinjamannya harian.
"Menyasar usaha ultra mikro adalah bagian dari strategi BRI untuk menumbuhkan sumber-sumber pertumbuhan baru. Selain itu, BRI juga mendorong nasabah mikro dan kecil untuk naik kelas," ucap dia.
Pada 2021, BRI optimistis kredit mampu tumbuh di atas rata-rata industri nasional, dengan faktor pendukungnya loan to deposit ratio (LDR) yang terjaga level 83,70 persen dibarengi perbaikan daya beli masyarakat dan konsumsi rumah tangga.
BRI cukup optimistis dan percaya diri dengan fokus ke pertumbuhan mikro. Pertumbuhan kredit BRI pator pada kisaran enam persen sampai tujuh persen dengan LDR kisaran 85 persen, NIM di kisaran 6,3 persen.
Per Desember 2020 BRI menyalurkan kredit sebesar Rp 938,37 triliun atau tumbuh 3,89 persen secara tahunan (year on year). Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit nasional yang diperkirakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kisaran minus satu persen hingga dua persen.