Selasa 09 Feb 2021 11:30 WIB

Kedubes China Bantah Ada Pemerkosaan Sistematis di Xinjiang

China menegaskan kabar soal pemerkosaan sistematis ini tak berdasarkan fakta.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
 Seorang pengunjuk rasa Uyghur memegang bendera Turkestan Timur selama protes terhadap Tiongkok di Istanbul, Turki, 01 Oktober 2020. Protes tersebut bertujuan untuk menyoroti situasi kritis dari dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap orang-orang Uyghur dan banyak kelompok minoritas lainnya di seluruh Xinjiang (Turkestan Timur) daerah di Cina.
Foto: EPA-EFE/ERDEM SAHIN
Seorang pengunjuk rasa Uyghur memegang bendera Turkestan Timur selama protes terhadap Tiongkok di Istanbul, Turki, 01 Oktober 2020. Protes tersebut bertujuan untuk menyoroti situasi kritis dari dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap orang-orang Uyghur dan banyak kelompok minoritas lainnya di seluruh Xinjiang (Turkestan Timur) daerah di Cina.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Kedutaan Besar (Kedubes) China untuk Indonesia menyatakan laporan tentang pemerkosaan perempuan di Xinjiang merupakan informasi palsu. Laporan itu diberikan oleh aktor yang ingin menyebarkan berita tidak benar kepada publik.

"BBC, ini tidak sesuai dengan fakta, tidak pernah ada apa yang disebut oleh tempat pendidikan ulang," ujar Juru Bicara Kedubes China dan Konselor Bidang Politik, Qiu Xinli, dalam konferensi pers virtual pada Selasa (9/2).

Baca Juga

Pernyataan tersebut menanggapi berita yang dirilis BBC pada 4 Februari yang berjudul 'Their goal is to destroy everyone': Uighur camp detainees allege systematic rape'. Dalam liputan itu diungkapkan terdapat pemerkosaan terhadap perempuan Uighur di Xinjiang yang dilakukan secara sistematis.

Atas laporan itu, Qiu dengan tegas menolak laporan dengan menyatakan semua tidak sesuai fakta yang ada. Dia menjamin tidak ada pemerkosaan dan penyiksaan yang sistematik terhadap perempuan.

"China negara hukum dan menjamin prinsip dasar hak asasi manusia, ini dicerminkan pekerjaan pemerintah dan hukum China," ujar juru bicara tersebut.

Kedubes China mengklaim, justru ketika Republik Rakyat China berdiri, pembebasan dan pemberdayaan perempuan mengalami perkembangan sangat pesat untuk etnis apa pun di negara itu. Mereka mendapatkan jaminan hak mulai dari politik, pendidikan, hingga keluarga.

China secara konsisten telah menolak klaim pendirian kamp yang mencabut kebebasan bersama dan lainnya terhadap Muslim Uighur. Negara ini menegaskan hanya mendirikan pusat advokasi yang berusaha untuk memerangi ekstremisme dan terorisme.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement