REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi (Dirjen Diksi) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Wikan Sakarinto mengatakan kebijakan super tax deduction mungkin akan meningkatkan fasilitas pendidikan vokasi. Namun, ia berpesan agar pengelola pendidikan vokasi tidak melupakan kurikulum.
Wikan mengatakan, kurikulum yang diharapkan adalah menciptakan lulusan vokasi yang memiliki jiwa kewirausahaan. Selain itu, kurikulum pendidikan vokasi juga harus menekankan pada pengembangan softskill peserta didiknya.
"Kalau mindset ibu dan bapak masih berpikir fisik, fisik, fisik tanpa berpikir tentang kurikulum menciptakan entrepreneur, kurikulum yang kuat pada penguatan softskill, maka hasil dari super tax deduction ini hanya menghasilkan fisik, tapi lulusannya tidak menjadi entrepreneur dengan softskill yang matang," kata Wikan, di sela peluncuran Buku Saku Super Tax Deduction, Selasa (9/2).
Ia meminta agar pengelola pendidikan vokasi memiliki pola pikir perubahan. Menurutnya, pendidikan vokasi tidak bisa mempertahankan pola-pola lama dengan kurikulum yang hanya menciptakan tukang.
Wikan menjelaskan, kurikulum yang hanya menciptakan tukang itu akan terdisrupsi dan saat ini pun sudah mulai mengalami perubahan. Ia pun meminta agar dana yang didapatkan dari kebijakan super tax deduction oleh sekolah digunakan tidak hanya memperbanyak fasilitas sekolah, namun juga mengembangkan kurikulum.
"Jadi mohon, kurikulum, cara pembelajaran project based learning, kualitas pemagangan, guru industri, itu harus kita sampaikan ke industri, agar industri membantu lulusannya memang cocok yang diinginkan oleh mereka yaitu softskill dan entrepreneurship," kata Wikan menegaskan.