REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Pakar Hak Asasi Manusia (HAM) PBB mendesak 57 negara repatriasi sekitar 10 ribu warga mereka yang pernah memiliki hubungan dengan ISIS. Sebagian besar adalah anak-anak dan perempuan. Mereka tinggal di kamp-kamp pengungsian di utara Suriah dalam kondisi 'tak manusiawi' dan tanpa proses hukum yang jelas.
Para pakar mengatakan berdasarkan hukum internasional negara wajib repatriasi warga mereka. Bila ada bukti membawa orang dewasa ke pengadilan dalam negeri atas kejahatan perang atau tindak pelanggaran lainnya.
Saat ini, masih ada 9.462 warga negara asing yang terdiri dari perempuan dan anak-anak yang tinggal di kamp pengungsian al Hol dan Roj yang dikelola pemerintah Kurdi di Suriah. Sebagian besar kamp yang dihuni 64.600 orang itu ditinggali warga Irak dan Suriah.
"Masalah ini sangat mendesak," kata pelapor khusus PBB bidang perlindungan HAM, Fionnuala Ní Aoláin dalam konferensi pers usai pakar PBB merilis pernyataan gabungan mereka, Selasa (9/2).
Ia menyebut 57 negara yang termasuk Inggris, China, Prancis, Rusia, dan Amerika Serikat (AS) itu sebagai 'daftar yang memalukan'. Ní Aoláin juga mengecam 'semakin maraknya pencabutan kewarganegaraan'. Pakar HAM asal Irlandia itu menegaskan pemerintah melanggar hukum membiarkan warganya tidak memiliki negara.
"Para perempuan dan anak-anak tinggal dalam kondisi yang dapat Anda gambarkan mengerikan dan tidak manusiawi, berdasarkan hukum internasional kondisi-kondisi di kamp ini mungkin mencapai ambang batas penyiksaan, tak manusiawi dan merendahkan," kata Ní Aoláin.
Ní Aoláin mengatakan para perempuan dijadikan 'pengantin' anggota ISIS. Sementara, anak-anak 'tidak tahu apa yang membawa mereka ke sana.