REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Vonis 10 tahun penjara terhadap jaksa Pinangki Sirna Malasari tidak membuat kasus itu tutup buku. Pegiat antikorupsi kini mendesak penegak hukum, khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengungkap siapa sosok yang disebut 'King Maker', pengatur skandal pembebasan terpidana korupsi hak tagih Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, KPK sempat berjanji untuk mengungkap siapa dan apa peran 'King Maker' dalam upaya Pinangki dan Djoko Tjandra menyuap sejumlah pejabat pucuk di Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung (MA). Suap itu untuk mendapat fatwa pembebasan Djoko Tjandra.
"Memang waktu saya diundang KPK dalam suatu ekspose itu, mereka berjanji akan meneruskan dan melakukan proses terhadap dugaan keberadaan dan peran 'King Maker'. Namun, sampai saat ini saya belum mendapatkan update ya," kata Boyamin kepada Republika, kemarin.
Bonyamin pun mengaku akan mengajukan praperadilan terhadap KPK. Publik, dia menyebut, harus bisa mendapatkan informasi terkait apa yang sudah dilakukan KPK. "Nanti paling sekitar tiga bulan lagi saya akan ajukan praperadilan kepada KPK untuk memberikan penjelasan apa yang sudah dilakukannya untuk mencari King Maker," kata dia.
Menurut dia, 'King Maker' merupakan sosok yang memiliki jabatan tinggi sehingga mampu memberikan instruksi yang dipatuhi oleh Pinangki dan Anita Kolopaking, pengacara Djoko Tjandra. Boyamin bahkan telah memberikan dokumen terkait sosok tersebut ke KPK. Hal itu berdasarkan dokumen berisi percakapan antara Pinangki dan Anita.
Dia juga mengaku telah mendapatkan bocoran dari saksi terkait identitas 'King Maker'. Namun, dia menyerahkan kepada KPK untuk mengungkapnya. "Karena apa pun dia seperti meremot kontrol Pinangki dan lain-lain untuk membantu Djoko Tjandra," kata dia.
Selain itu, MAKI juga menyarankan Pinangki mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC) kepada KPK. Hal itu akan memudahkan KPK mengungkap pihak lain yang ditutup-tutupi dalam skandal Djoko Tjandra.
Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat memvonis 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta terhadap Pinangki. Vonis hakim lebih tinggi dibandingkan tuntutan jaksa yang hanya empat tahun penjara. Dalam putusan, majelis hakim menyatakan sosok 'King Maker' dalam perkara suap pengurusan fatwa MA memang benar adanya.
"Menimbang bahwa berdasarkan bukti elektronik berupa komunikasi chat menggunakan aplikasi WA yang isinya dibenarkan oleh terdakwa, saksi Anita Kolopaking, serta keterangan saksi Rahmat telah terbukti benar adanya sosok 'King Maker'," kata ketua majelis hakim, Ignasius Eko Purwanto, saat membacakan amar putusan, Senin (8/2).
Sayangnya, sosok 'King Maker' tersebut hingga kini belum terungkap. Eko mengaku selama proses pesidangan, hakim berusaha menggali keterangan dari tersangka ataupun para saksi. Namun, sosok 'King Maker' hanya sempat diperbincangkan oleh jaksa Pinangki ketika bertemu dengan Djoko Tjandra, Anita Kolopaking, dan Rahmat.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, KPK akan mendalami putusan tehadap Pinangki untuk mengungkap pengatur skandal tersebut. "Tentu kami akan mendalami dulu karena kami tidak menangani perkara itu. Karena semua itu yang terungkap di persidangan untuk perkara Pinangki," kata dia, kemarin.
KPK, dia menyebut, juga masih berpeluang masuk dan melakukan supervisi dalam kasus tersebut sepanjang ada bukti serta saksi lain yang mendukung. "Namun, itu semua kami akan menunggu dari hasil putusan dulu," kata dia.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejakgung Ali Mukartono pada Senin (8/2) malam, mengapresiasi hukuman 10 tahun terhadap Pinangki. Ali mengatakan, vonis tersebut wajar melihat selama persidangan, Pinangki menolak mengaku menerima suap dari Djoko Tjandra terkait pengurusan fatwa bebas dari MA.
“Itu risiko dia. Dia yang menciptakan perbuatannya itu. Keterangan dia kan berubah-ubah. Waktu menjelang tuntutan, ngaku. Habis pembelaan, nggak ngaku. Ya itu risiko dia,” kata Ali.
Dalam kasus suap Pinangki, majelis hakim PN Tipikor juga telah menghukum Andi Irfan Jaya selama enam tahun penjara. Kader Nasdem tersebut adalah rekanan Pinangki dalam penawaran dan pembuatan proposal fatwa bebas dari MA. Sementara, Djoko Tjandra masih dalam proses persidangan.