Senin 15 Feb 2021 05:03 WIB

Din Syamsuddin, Syariah: Ketika Segalanya Dipolitisasi!

Seseorang dianggap intoleran hanya karena tidak sejalan posisi politiknya.

Presiden Nusantara Foundation, Imam Shamsi Ali
Foto: Nusantara Foundation
Presiden Nusantara Foundation, Imam Shamsi Ali

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation

Sering kali kita dengarkan istilah politisasi agama. Tentu yang dimaksud demikian adalah penggunaan atau pelabelan agama untuk kepentingan-kepentingan politik. Dengan kata lain, agama dijadikan objek demi meraih kepentingan politik. 

Ternyata, dalam dunia di mana politik menjadi penentu dominan dalam kehidupan publik, bukan hanya agama yang dipolitisasi. Tapi, hampir segala aspek kehidupan publik/berbangsa diwarnai oleh terpaan angin politik. 

Dari budaya, pendidikan, bahkan ekonomi tidak bisa dilepaskan dari rasa politik alias politisasi. Orang-orang mendukung atau menentang sesuatu bukan karena memang hal itu baik atau sebaliknya tidak baik. Tapi karena secara politik tidak sejalan dengan rasanya (kepentingannya).

Bentuk busana didukung, bahkan dipakai bukan karena “murni” (genuine) suka atau senang dengan busana itu. Tapi karena busana itu pada saat tertentu mendukung kepentingan politiknya. Lihatlah larisnya baju-baju koko dan peci di musim-musim politik. Atau wanita-wanita politisi yang selama ini dengan terbuka menentang “syariah” ikut memakai jilbab di musim-musim politik. 

Bahkan istilah-istilah syariah seperti halal dan wakaf juga menjadi laris ketika hal itu dapat mendukung kepentingan atau imej politik tertentu. Padahal secara umum syariah oleh orang-orang yang sama dianggap berbahaya, bahkan anti Pancasila, UUD dan NKRI. 

Kini kecenderungan itu merambah ke ranah konsep karakter orang atau sekelompok orang. Seseorang dengan mudah dianggap intoleran hanya karena yang  bersangkutan tidak sejalan dengan  posisi politiknya. Demikian sebaliknya. Betapa prilaku kasar dan intoleransi seseorang atau sekelompok orang dipertontonkan tanpa malu, tapi tetap saja dibiarkan, bahkan seolah dipelihara dan dilindungi. 

Akibatnya Konsep toleransi terasa aneh. Toleransi yang pernah saya sebut dengan toleransi memihak. Toleransi yang dipasung untuk mendukung kepentingan politik tertentu. 

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement