REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) menganjurkan Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga ke level 3,5 persen pada bulan ini. Kebijakan ini diyakini dapat mengakselerasi pemulihan ekonomi.
Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menjelaskan, secara keseluruhan, situasi domestik mendukung kebijakan pemangkasan suku bunga bank sentral. Salah satunya tergambarkan dengan pertumbuhan ekonomi yang relatif baik pada kuartal IV di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi.
Pemulihan diperkirakan akan pulih secara bertahap pada 2021 didukung oleh serangkaian kebijakan yang substansial untuk meningkatkan kepercayaan rumah tangga dan bisnis. Selain itu, bantuan sosial sudah diberikan secara memadai yang diiringi dengan peluncuran vaksinasi untuk mengurangi tingkat penyebaran infeksi.
Di sisi lain, secara mengejutkan, kondisi eksternal menunjukkan secercah harapan dengan berlanjutnya lonjakan arus masuk portofolio, berlanjutnya surplus perdagangan bulanan dan cadangan devisa yang tinggi sehingga memperkuat stabilitas rupiah.
Dengan mempertimbangkan domestik dan eksternal tersebut, Riefky menilai, saat ini adalah momentum yang tepat untuk bank sentral kembali memangkas suku bunga kebijakan sebesar 25 bps menjadi 3,5 persen bulan ini. "Hal ini untuk mendukung agenda pemulihan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas sektor keuangan,"katanya dalam keterangan resmi yang diterima, Rabu (17/2).
Meskipun dampak dan efektivitas kebijakan tersebut mungkin kurang optimal selama pandemi belum berakhir, Riefky optimistis opsi untuk menurunkan suku bunga lebih lanjut lebih baik dibandingkan menahannya. Harapannya, implikasi dari kebijakan ini dapat mendorong kegiatan ekonomi lebih cepat dibandingkan menghadapi penundaan dalam pemulihan ekonomi.
Namun, Riefky memberikan catatan terhadap inflasi yang masih jauh di bawah target. Level ini diperkirakan tidak akan meningkat tajam dalam waktu dekat. Mengingat prospek ekonomi yang menantang. Permintaan yang masih tertahan akibat pandemi Covid-19 yang merusak ekonomi dan daya beli masyarakat.