REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Pembatasan ketat virus corona yang diberlakukan Korea Utara (Korut) dapat memaksa penghentian Program Pangan Dunia yang diadakan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Padahal di saat yang sama, Korut disebut berhadapan dengan malnutrisi kronis yang merajalela.
Korut yang berada di bawah sanksi internasional atas senjata nuklir dan program rudal balistiknya telah lama berjuang memberi makan rakyatnya sendiri. Namun Korut sulit keluar dari kondisi menderita kekurangan pangan. Lebih dari 40 persen dari 25 juta penduduk Korut dianggap rawan pangan menurut perkiraan PBB.
Program Pangan Dunia (WFP) sejauh ini merupakan operasi bantuan internasional terbesar di negara tersebut. WFP menyediakan makanan khusus untuk sekitar satu juta wanita hamil, ibu menyusui dan anak-anak setiap bulan.
Sanksi telah lama mempersulit upaya bantuan, tetapi WFP mengatakan isolasi virus korona yang diberlakukan sendiri oleh Korut menimbulkan masalah baru untuk pekerjaan bantuan. Korea Utara menutup perbatasannya pada Januari tahun lalu untuk melindungi diri dari virus yang pertama kali muncul di China.
"Impor makanan, penempatan staf internasional dan akses pemantauan fisik tetap dibatasi untuk waktu yang lama," tulis WFP dalam laporannya dilansir dari Arab News pada Selasa (23/2).
WFP menyampaikan akan menggunakan peluang di mana impor makanan diizinkan untuk mengisi kembali sekaligus mengoptimalkan stok dalam negeri. "Ada risiko residu yang signifikan bahwa, jika impor pangan tidak memungkinkan, operasi akan dihentikan pada 2021," tulis WFP.
Pyongyang telah lama menegaskan belum melihat kasus Covid-19 dimana telah menewaskan lebih dari dua juta orang di seluruh dunia. Pemimpin tertinggi Korut, Kim Jong Un mengulangi klaim tersebut pada parade militer besar-besaran pada Oktober 20202. Para ahli menilai klaim Korut itu tidak mungkin karena virus pertama kali muncul di negara tetangganya China.