REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kehati-hatian dalam melakukan segala tindakan atau perbuatan harus selalu dijaga umat Muslim. Hal ini sebagaimana yang diperingatkan Nabi Muhammad SAW kepada tiap-tiap Mukmin.
Kehati-hatian terutama perlu diterapkan terutama bagi mereka yang telah mencoba melakukan tipu daya bagi Muslim lainnya. Maka itulah, tidak baik baginya untuk lalai dan jatuh lagi dalam kesalahan dan teperdaya dalam kejahatan yang sama. Sebab artinya, dia tidak belajar dari kesalahan sebelumnya.
Sebagaimana hadist yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Hurairah. Sesungguhnya Nabi Muhammad bersabda:
عن أبى هريرة - رضى الله عنه - عن النبى - صلى الله عليه وسلم - أنه قال: لا يُلدَغُ المؤمنُ من جُحْرٍ واحد مرتين
“Laa yuldaghu al-mukminu min juhrin waahidin marratain.”. Yang artinya: “Seorang Mukmin tidak akan dipatuk (terperosok) kalajengking/ular (ke dalam lubang kesalahan yang sama) dua kali.”
Dilansir di Islamweb, Jumat (26/2), dijelaskan bahwa kata ‘laa yuldaghu’ yakni yang bermakna dipatuk atau jangan sampai terperosok itu diibaratkan sebagai gigitan dan menyisakan luka dari racun seperti kalajengking dan ular. Sehingga kata ‘juhrin’ dimaknai sebagai ‘lubang’ kesalahan. Di mana lubang yang digali oleh ‘hama’ kesalahan dilakukan lagi dan lagi untuk dirinya sendiri. Jelas ini kekeliruan.
Abu Ubaid berpendapat, perkataan tersebut adalah hal yang belum pernah dilakukan Nabi sebelumnya. Yakni Nabi Muhammad belum pernah melakukan kesalahan, apalagi sampai mengulangi kesalahan beliau dua kali.
Maka hal pertama yang Nabi katakan kepada Abu Izza Al-Jamhiy yang mana dia adalah seorang penyair yang ditangkap dalam Perang Badar dan mengeluh mengenai keluarga dan kemiskinan. Maka kepadanya, Nabi SAW melepaskannya tanpa tebusan namun Nabi memberikannya syarat agar tidak berkata kotor atau mencaci beliau.
Kemudian dalam kenyataannya, Abu Izzah justru kembali menghasut dan pada Perang Uhud dia mencaci Nabi sehingga ketika kembali dari Perang Uhud Nabi kembali menawannya. Nabi berkata:
لا تمسحُ عارضيك بمكة تقول سخرتُ بمحمد مرتين “Laa tamsahu aaradhaka bi-Makkata taqulu sakhartu bi-Muhammadin marrataini,”. Yang artinya: “Jangan melawan/menentang dengan mengejek Muhamad dua kali.”
Imas Damayanti