Selasa 02 Mar 2021 10:39 WIB

AS Siap Jatuhkan Sanksi Lanjutan ke Militer Myanmar

AS meminta militer Myanmar memulihkan kekuasaan pemerintahan sipil.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
 Pengunjuk rasa anti-kudeta melarikan diri dari gas air mata yang diluncurkan oleh pasukan keamanan di Yangon, Myanmar, Senin, 1 Maret 2021. Massa yang menentang kembali ke jalan-jalan kota terbesar Myanmar pada hari Senin, bertekad untuk melanjutkan protes mereka terhadap perebutan kekuasaan oleh militer. bulan lalu, meskipun pasukan keamanan telah menewaskan sedikitnya 18 orang di seluruh negeri hanya sehari sebelumnya.
Foto: AP
Pengunjuk rasa anti-kudeta melarikan diri dari gas air mata yang diluncurkan oleh pasukan keamanan di Yangon, Myanmar, Senin, 1 Maret 2021. Massa yang menentang kembali ke jalan-jalan kota terbesar Myanmar pada hari Senin, bertekad untuk melanjutkan protes mereka terhadap perebutan kekuasaan oleh militer. bulan lalu, meskipun pasukan keamanan telah menewaskan sedikitnya 18 orang di seluruh negeri hanya sehari sebelumnya.

REPUBLIKA.CO.ID,vWASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) terus mengikuti perkembangan situasi di Myanmar. Washington menyebut tewasnya belasan pengunjuk rasa baru-baru ini mewakili eskalasi krisis di negara tersebut.

"Pembunuhan ini merupakan eskalasi tindakan keras yang sedang berlangsung terhadap pengunjuk rasa pro-Demokrasi. Kami sedang mempersiapkan tindakan tambahan untuk membebankan tanggung jawab lebih lanjut kepada mereka yang bertanggung jawab atas pecahnya kekerasan terbaru dan kudeta baru-baru ini," kata Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki pada Senin (1/3).

Baca Juga

Dia belum dapat menjelaskan langkah lanjutan apa yang bakal diambil AS. Psaki berharap hal itu dapat disampaikan dalam beberapa hari mendatang. Sebelumnya AS telah menjatuhkan sanksi kepada dua jenderal militer Myanmar.

Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri Departemen Keuangan AS mengungkapkan sanksi dijatuhkan kepada Kepala Staf Angkatan Udara Myanmar Jenderal Maung Maung Kyaw. Letnan Jenderal Moe Myint Tun selaku mantan kepala staf militer dan komandan salah satu operasi khusus militer yang mengawasi operasi di ibu kota Naypyidaw juga turut dikenai sanksi.