REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS — Sertifikat yang menunjukkan vaksinasi untuk mencegah infeksi virus corona jenis baru (COVID-19) akan dikeluarkan oleh Uni Eropa dalam beberapa bulan mendatang. Meski demikian, hal ini dinilai dapat meningkatkan risiko kerugian di sektor pariwisata negara-negara di blok tersebut.
Menurut laporan dalam sebuah memo yang beredar, Komisi Eropa sedang bekerja membangun kerangka kepercayaan dan infrastruktur digital yang akan memfasilitasi otentikasi dokumen-dokumen tersebut. Para pemimpin negara-negara Uni Eropa pada pekan lalu mendapat pemberitahuan bahwa pekerjaan teknis yang mendasari platform semacam itu membutuhkan waktu tiga hingga empat bulan.
Negara-negara anggota Uni Eropa telah berbeda pendapat mengenai sertifikat status yang akan digunakan untuk mengkonfirmasi bahwa pemegangnya memiliki hasil tes negatif COVID-19 dan melakukan vaksinasi secara lengkap. Selain itu, kriteria juga termasuk orang yang pulih dari penyakit infeksi virus corona jenis baru, sehingga dengan demikian dianggap kebal.
Ekonomi Uni Eropa selama ini cukup bergantung pada pariwisata. Dengan demikian, adanya sertifikat semacam itu akan memungkinkan sektor ini kembali berjalan normal.
Namun, diantara masalah yang masih perlu diselesaikan adalah apakah sertifikat akan memfasilitasi perjalanan diantara wilayah Uni Eropa, serta apakah artinya untuk perjalanan di luar blok. Organisasi supranasional ini masih perlu membangun pendekatan umum untuk menunjukkanl pemulihan dari COVID-19.
Dilansir BNN Bloomberg, hingga saat ini belum jelas jangka waktu seseorang yang sembuh COVID-19 dapat kebal terhadap infeksi ulang. Termasuk juga terkait apakah tubuh juga akan kebal terhadap varian baru virus yang muncul.
Baca juga : IPB University Terbaik di Asia Tenggara, Peringkat 62 Dunia
Negara-negara anggota Uni Eropa berlomba untuk melakukan vaksinasi sebanyak mungkin dan meredakan penyebaran pandemi COVID-19, sebelum mutasi membuat virus kebal terhadap vaksin yang ada. Meski demikian, proses vaksinasi di wilayah blok ini masih tertinggal jauh di belakang Amerika Serikat (AS) dan Inggris.
Dengan sebagian besar populasi dunia yang belum divaksinasi dan virus masih menyebar, hingga dapat berubah dalam prosesnya, Uni Eropa sedang mempersiapkan tanggapan terkoordinasi jika varian baru virus akan menyebar ke seluruh Eropa. Secara khusus disebutkan bahwa jika itu adalah varian baru yang kebal dari vaksin.
Memo internal mendesak negara-negara anggota Uni Eropa untuk menyetujui berbagai tindakan darurat yang mungkin perlu diambil dalam kasus seperti itu, sehubungan dengan pengujian, karantina, serta pembatasan perjalanan. Komisi tersebut sudah mengerjakan perjanjian dengan perusahaan farmasi atas nama negara anggota blok tersebut, untuk pembelian suntikan penguat atau vaksin baru yang akan menawarkan perlindungan dari varian COVID-19 yang muncul.