REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Pemerintah Israel, pada Jumat (6/3), memutuskan menunda rencananya memvaksinasi warga Palestina yang bekerja di negaranya atau wilayah permukiman di Tepi Barat. Penundaan dilakukan hingga batas waktu yang tak ditentukan.
Cogat, sebuah badan militer Israel yang mengoordinasikan urusan sehari-hari dengan Otoritas Palestina menyebut penundaan itu adalah penundaan administratif. Ia mengatakan tanggal pelaksanaan vaksinasi bagi pekerja Palestina akan diumumkan kemudian.
Sebelumnya Israel mengumumkan akan menyediakan layanan vaksinasi untuk 100 ribu warga Palestina yang bekerja di wilayahnya atau di permukiman ilegal di Tepi Barat. "Selama beberapa hari mendatang, kampanye vaksinasi akan dimulai untuk pekerja Palestina yang dipekerjakan di Israel dan di komunitas di seluruh Yudea dan Samaria (Tepi Barat)," kata Cogat dikutip laman Middle East Monitor pada Senin (1/3) lalu.
Cogat menyebut layanan vaksinasi bagi warga Palestina menjadi bagian untuk memerangi pandemi. Di sisi lain, hal itu bertujuan menjaga fungsi ekonomi. Israel mulai membuka kembali sebagian sektor perekonomiannya pada 21 Februari lalu. Hal itu dilakukan setelah hampir separuh populasi Israel yang berjumlah sembilan juta jiwa telah menerima dosis pertama vaksin Covid-19.
Kendati kegiatan perekonomian mulai normal, pemakaian masker dan jarak sosial masih tetap berlaku. Sinagoge, masjid, atau gereja juga diharuskan membagi dua ukuran jemaah normalnya. Berbeda dengan Israel, Palestina menghadapi situasi yang lebih pelik.
Bank Dunia mengatakan rencana vaksinasi Covid-19 di Palestina menghadapi kekurangan dana sebesar 30 juta dolar AS. Penghitungan itu sudah mencakup dukungan dari skema vaksin global untuk negara berpenghasilan rendah, dilansir dari AP, Sabtu (6/3).