REPUBLIKA.CO.ID, MALABO -- Korban meninggal dalam serangkaian ledakan di barak militer Guinea Khatulistiwa bertambah menjadi 98 hingga Senin (8/3). Angka ini diperoleh saat para penyelamat mencari jasad yang tertimbun puing-puing ledakan.
Kementerian pertahanan mengatakan, sekurangnya 615 orang terluka dalam ledakan yang terjadi pada Ahad (7/3). Mengutip Wakil Presiden Teodoro Nguema Obiang Mangue, Kementerian Kesehatan menyebutkan jumlah korban tewas 98, lebih dari tiga kali lipat perkiraan sebelumnya 31 tewas. Sementara sebanyak 299 orang masih dirawat di rumah sakit.
Presiden Guinea Khatulistiwa Teodoro Obiang Nguema, ayah wakil presiden, mengaitkan kecelakaan itu dengan kelalaian terkait penanganan dinamit. Dia mengatakan ledakan tersebut merusak hampir semua rumah dan bangunan di Bata, kota berpenduduk lebih dari 250 ribu orang.
Kementerian kesehatan Guinea Khatulistiwa mengunggah di Twitter bahwa pihaknya telah mempersiapkan brigade kesehatan mental yang terdiri dari psikiater, psikolog, dan perawat untuk menangani para korban ledakan tersebut. "Kerusakan tidak hanya fisik tetapi juga mental," kata kementerian itu.
Foto-foto yang diterbitkan oleh media lokal menunjukkan banyak jasad dibungkus seprai dan terbentang di sisi jalan. Banyak anak-anak ditarik keluar dari bawah tumpukan beton yang rusak dan logam yang dipelintir.
Stasiun televisi TVGE memperlihatkan wakil presiden mengunjungi rumah sakit tempat para korban dirawat pada Senin. Ledakan itu terjadi ketika Guinea Khatulistiwa sebagai negara produsen minyak, menderita guncangan ekonomi ganda karena pandemi virus Corona dan penurunan harga minyak mentah, yang memberikan sekitar tiga perempat pendapatan negara.
Bekas koloni Spanyol telah dijalankan oleh Obiang, pemimpin terlama di Afrika, sejak 1979. Mayoritas penduduk 1,4 juta hidup dalam kemiskinan. Pemerintah telah meminta dukungan internasional untuk membantu dalam upaya pencarian dan penyelamatan dan juga dalam upaya untuk membangun kembali.
"Menyusul ledakan dahsyat di Bata kemarin, Spanyol akan segera mengirimkan pengiriman bantuan kemanusiaan," tulis Menteri Luar Negeri Spanyol Arancha Gonzalez Laya di Twitter.