REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyatakan, impor beras belum tentu dilakukan. Banyak faktor yang memengaruhi impor dilaksanakan atau tidak.
Sebelumnya, pemerintah telah menugaskan Perum Bulog melakukan impor beras sebanyak 1 juta ton. "Bukan berarti kita setujui satu jumlah untuk impor, lalu serta merta harus impor segitu, tidak," ujar Lutfi dalam konferensi pers virtual pada Senin (15/3).
Sebaliknya, kata dia, jumlah impor pun bisa dinaikkan. Ini berlaku jika terjadi perubahan koefisien.
"Saya mau beri contoh, pada 2018 pemerintah memutuskan mengimpor untuk iron stock Bulog setidaknya 500 ribu ton, lalu berapa yang kita impor? Jawabannya nol, karena ternyata penyerapan petani tinggi dan tidak mengharuskan Bulog lakukan impor, psikisnya di situ," jelasnya.
Hanya saja, ia menegaskan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) harus tetap memiliki strategi. "Tidak boleh pemerintah ini didikte atau di-corner atau dipojokkan oleh pedagang. Kita harus punya strategi itu, dan strateginya selalu daya bilang, ini bagian daripada strategi memastikan harga stabi, bukan untuk hancurkan harga petani," tegas dia.
Jika dilihat, lanjut Lutfi, harga pengadaan gabah kering giling panen Bulog dari tahun ke tahun sama. "Tidak turun-turun, artinya tidak ada harga beras naik atau turun, harusnya selalu stabil. Itu yang sedang diadakan Bulog hari ini," jelasnya.
Ia mencontohkan, harga gabah giling panen petani tidak diturunkan, sebab jika diturunkan, harga petani akan hancur. "Ini strategi pemerintah guna pastikan kita tidak bisa dipojokkan atau diatur oleh pedagang, terutama spekulan-spekulan yang berniat tidak baik," kata Lutfi.
Dirinya menegaskan, impor merupakan upaya pemerintah stabilkan harga beras. "Untuk pastikan harganya stabil," ujar dia.