REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Hasil pemilu Israel menunjukkan nasib pemimpin mungkin telah jatuh ke tangan sebuah partai kecil Islam. Dengan penghitungan suara terbanyak, pemilu keempat ini tampak menemui jalan buntu, baik bagi Netanyahu maupun pemimpin oposisi, Yair Lapid.
Keduanya membutuhkan dukungan dari Partai Arab Bersatu yang dikenal Ibrani Ra’am, meskipun sudah diperhitungkan hanya menempati lima atau enam kursi. Pada Selasa (23/3) lalu, jajak pendapat menemukan Partai Arab Bersatu tidak akan berhasil masuk ke Knesset (parlemen Israel) dan menghilang begitu saja.
Namun, pada Rabu (24/3), mereka telah menjadi “calon raja” atau dalam kasus Netanyahu, berpotensi menjadi “sang pembunuh raja.” Pemimpin Partai Arab Bersatu, Mansour Abbas (46 tahun) adalah seorang politikus Muslim konservatif dan seseorang yang pragmatis. Dia tidak menutup kemungkinan akan bergabung dengan perdana menteri tersebut jika itu membawa pengaruh pada kehidupan minoritas Arab yang menjadi korban Israel.
Analis politik telah menyarankan Abbas mungkin lebih bersedia untuk mendukung oposisi yang lebih condong ke pusat politik Israel. Namun, berdasarkan hasil pada Rabu (23/3) menunjukkan, dia bisa menjadi faktor kunci dalam pemilihan ini. Menanggapi itu, dia mengatakan dia tidak di bawah kendali mana pun dari kedua pihak.
“Kami bersedia bernegosiasi dengan kedua pihak, dengan siapa pun yang tertarik untuk membentuk pemerintahan dan yang memandang diri mereka sebagai perdana menteri di masa depan. Jika ada tawaran, kita akan mendiskusinya,” kata Abbas kepada radio lokal.
Warga Palestina di Israel adalah orang Arab yang tetap tinggal di kota dan desa mereka usai perang yang terjadi pada 1948. Sementara, ratusan ribu lainnya melarikan diri atau diusir.
Dilansir The Guardian, Kamis (25/3), bersekutu dengan Netanyahu akan menjadi langkah radikal bagi Partai Arab Bersatu. Perlu diketahui, tidak ada partai Arab yang pernah bergabung dengan koalisi Israel yang berkuasa. Netanyahu sudah lama berusaha menarik pemilih religius dan nasionalis sayap kanan yang takut akan pengaruh orang Arab di Israel.
Penduduk Arab secara luas mendukung perjuangan Palestina. Pada 2015, pada hari pemilihan, Netanyahu mengatakan pemilih Arab Israel memberikan suara dalam jumlah banyak kepada dia. Bahkan, jika pemimpin terlama negara itu dapat secara pribadi menyetujui kesepakatan dengan Partai Arab Bersatu, dia akan menghadapi paradoks yang lebih besar.
Pria berusia 71 tahun itu juga bertaruh untuk bermitra dengan partai-partai sayap kanan anti-Arab secara terbuka. Akan tetapi, menyatukan umat Islam dan partai-partai Yahudi sayap kanan akan menetapkan standar baru.