REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Saat ini masih ramai menjadi perdebatan mengenai Firaun apakah satu orang dan sebuah nama atau hanya sebuah gelar raja di Mesir.
Nama Firaun sendiri muncul di Alquran sebanyak 74 kali di 27 surat yang berbeda. Pendapat pertama berasal dari seorang filsuf asal Mesir Mustafa Mahmud. Dia tak hanya membahas soal Firaun tetapi juga soal keyakinan di Mesir.
Dia berpendapat bahwa selama ini Firaun dikenal sebagai penguasa Mesir yang menjadi aib karena meski memiliki peradaban yang maju tetapi menyiksa orang yang beriman. Namun Mahmud menyangkal mengenai penguasa tersebut berasal dari Mesir.
Karena dia meyakini bahwa penguasa Mesir dan rakyatnya menganut monoteis. Dia juga menyangkal Musa dikirim untuk meluruskan Firaun Mesir, melainkan ke penguasa tiran Hyksos.
Mustafa Mahmud menanggapi klaim bahwa Firaun Musa adalah Ramses II. Berdasarkan ilmu Sains dan keyakinan bahwa Firaun di masa Musa adalah salah satu raja Hyksos, bukan raja Mesir.
Mustafa Mahmud menunjukkan bahwa pesan Musa bukanlah untuk mengajak orang Mesir ke tauhid, karena mereka adalah monoteis, melainkan dia mengajak orang-orang kafir Hyksos untuk menyembah Tuhan dan perselisihannya dengan Firaun keenam yang mengusir mereka, adalah penyembah berhala. Sementara temuan bahwa riwayat tentang orang Mesir kuno punya banyak tuhan, tidaklah benar. Karena justru dalam kitab Al-Mauta Al-Mutasharrif fi al-Kaun, tuhan mereka hanya satu.
Baca juga : LD PBNU Luncurkan Buku Pedoman Dakwah
Pendapat lain dari Zahi Hawass mengatakan dalam artikelnya yang diterbitkan di media Sharq Awsat pada Juni 2016 sebagai tanggapan atas penelitian tentang apakah Firaun adalah sains atau gelar. Tujuan para peneliti ke arah ini adalah untuk memastikan bahwa Firaun bukan orang Mesir, melainkan dari Hyksos.
Penelitian ini membenarkan bahwa ada daftar nama-nama raja Hyksos, tetapi tidak ada satu pun dari mereka bernama Firaun. Zahi Hawass menunjukkan bahwa turunan kata Fir'aun sudah banyak dipelajari dan konon berasal dari kata "baraa" yang artinya rumah atau istana besar, kemudian berubah menjadi "faro" dalam bahasa Ibrani, kemudian ditambahkan kata benda Arab dengan huruf Nun. Menekankan bahwa gelar ini sudah ada sejak kerajaan lama.
Mustafa Waziri membenarkan dalam penelitiannya tentang Firaun di masa Musa bahwa itu bukanlah gelar melainkan nama seseorang dan menegaskan bahwa itu tidak dikaitkan dengan Mesir.
Peneliti arkeologi Ahmed Nururddin, menurut Kantor Berita Sharq Awsat ada bulan Agustus 2016, bahwa terdapat banyak bukti dalam Alquran yang menunjukkan bahwa kata “Firaun” dalam peradaban Mesir kuno adalah nama orang tertentu dan bukan gelar.
Untuk menunjukkan hal ini, Nuruddin menyebutkan bahwa kata "Baraa" atau "Firaun" ditemukan di dalam hieroglif kerajaan di banyak kuil. Ini membenarkan bahwa namanya hanya apa yang tertulis di dalam hieroglif dalam tulisan Mesir kuno.
Baca juga : Benarkah Kuota Haji Indonesia 2021 Capai 64 Ribu?
Nuruddin menegaskan bahwa alasan kepercayaan bahwa gelar Firaun adalah penguasa Mesir kuno adalah karena adanya kebiasaan memberi gelar kepada raja-raja dunia kuno, seperti gelar "kosra" untuk raja-raja Persia. Meskipun pada dasarnya itu adalah nama salah satu raja mereka.