Kamis 08 Apr 2021 07:58 WIB

Palestina Minta Israel tak Halangi Pemilu di Yerusalem

Palestina berencana meminta bantuan DK PBB terbitkan resolusi pemilu di Yerusalem.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
 FILE - Dalam file foto 25 Januari 2006 ini, Presiden Palestina Mahmoud Abbas, memberikan suara dalam pemilihan Parlemen Palestina di markas besarnya di kota Ramallah, Tepi Barat. Ketika terakhir kali Palestina mengadakan pemilu 15 tahun lalu,.
Foto: AP/Muhammed Muheisend
FILE - Dalam file foto 25 Januari 2006 ini, Presiden Palestina Mahmoud Abbas, memberikan suara dalam pemilihan Parlemen Palestina di markas besarnya di kota Ramallah, Tepi Barat. Ketika terakhir kali Palestina mengadakan pemilu 15 tahun lalu,.

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki mengatakan, Palestina sedang mempertimbangkan apakah akan meminta Dewan Keamanan PBB menerbitkan resolusi agar Palestina dapat menggelar pemilu di Yerusalem. Sejauh ini Israel belum menyatakan secara resmi perihal mengizinkan warga Palestina di Yerusalem memberikan suaranya pada pemilu mendatang.

"Kontak terus dijalin dengan Kuartet Internasional (Amerika Serikat, Rusia, Uni Eropa, dan PBB) dan sejumlah menteri luar negeri di dunia untuk menekan Israel agar tidak menghalangi pelaksanaan pemilu (Palestina), terutama di Yerusalem," kata al-Maliki saat diwawancara stasiun radio Palestina pada Rabu (7/4), dikutip laman Anadolu Agency.

Baca Juga

Dia menekankan penyelenggaraan pemilu di Yerusalem sebagai masalah yang sangat penting. Menurutnya, komunitas internasional tidak mematuhi komitmennya untuk menekan Israel agar mengizinkan proses pemungutan suara di kota tersebut.

Sebelumnya kelompok Hamas juga menegaskan perlunya mengizinkan warga Palestina di Yerusalem Timur untuk berpartisipasi dalam pemilu nasional Palestina mendatang. Ia menekankan, tidak akan ada pemilu tanpa Yerusalem.

"Kami mengulangi pernyataan dan desakan kami atas partisipasi rakyat kami di Yerusalem, dari dalam Yerusalem, pada pemilu mendatang, dalam hal pencalonan, pemungutan suara, dan perwakilan, seperti yang terjadi pada pemilu 2006," ujar anggota biro politik Hamas Izzat al-Rishq dalam sebuah pernyataan kepada Anadolu Agency pada Senin (5/4).

Dia menekankan bahwa itu adalah posisi konstan dan tak bisa dikompromikan. "Tidak akan ada pemilu tanpa Yerusalem, karena hak historis dan perjuangan simbolis yang diwakilinya untuk rakyat Palestina," ujarnya.

Al-Rishq mengatakan, rakyat Palestina akan menggunakan semua kekuatan dan sarana untuk menekan Israel agar mengizinkan pemilu di Yerusalem. "Bangsa Arab dan Islam serta komunitas internasional diharuskan menekan pendudukan (Israel) untuk mencegahnya memblokir penyelenggaraan pemilu di Yerusalem dan mendukung rakyat Palestina mencapai aspirasi mereka untuk persatuan, kebebasan serta kemerdekaan," ucapnya.

Dia menegaskan Yerusalem sudah dan akan tetap menjadi ibu kota Palestina. "Ia adalah simbol perjuangan dan perlawanan kami," ujar al-Rishq.

Yerusalem Timur adalah wilayah yang diduduki Israel. Sejauh ini Israel tidak menanggapi permintaan untuk mengizinkan warga Palestina yang tinggal di wilayah tersebut berpartisipasi dalam pemilu. Setelah jeda selama 15 tahun, pada 22 Mei mendatang Palestina bakal menggelar pemilu legislatif. Kemudian pada 31 Juli, Palestina akan menghelat pemilihan presiden. Sedikitnya 2,6 juta warga Palestina telah mendaftarkan diri untuk berpartisipasi dalam pemilu.

Faksi-faksi politik Palestina telah setuju menggelar pemilu legislatif dan presiden seperti yang sudah dijadwalkan Presiden Mahmoud Abbas. Hal itu disimpulkan dalam pertemuan dua hari di Kairo, Mesir, pada 8 dan 9 Februari lalu. Pemilu mesti digelar di Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem tanpa terkecuali.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement