REPUBLIKA.CO.ID, GAZA— Warga Palestina di Jalur Gaza membayar harga yang sangat mahal dalam bentuk korban jiwa dan ekonomi selama perang baru-baru ini. Namun apa yang dibayar Israel dalam hal kohesi internal dan citra globalnya juga tidak kalah beratnya dan tak tergantikan, kata para analis.
Israel membunuh sekitar 55 ribu warga sipil, sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak, selama 600 hari perang dan hampir sepenuhnya menghancurkan Jalur Gaza. Tetapi Israel tidak mencapai tujuannya untuk mengakhiri perlawanan, mengambil tawanan, dan mendemiliterisasi Gaza, demikian menurut pakar militer Brigadir Jenderal Elias Hanna.
Menurut Hanna, dikutip dari Aljazeera, Kamis (29/5/2025), Israel gagal mengubah pencapaian militer menjadi keuntungan politik. Sementara di saat bersamaan kehilangan citra strategisnya ketika perlawanan mengejutkannya pada 7 Oktober 2023, dan gagal mencapai resolusi yang cepat, bergeser dari pencegahan militer menjadi menghukum warga sipil.
Selain itu, Hanna mengatakan bahwa Israel pergi ke medan perang yang telah dipersiapkan sebelumnya oleh pihak perlawanan dan menentukan metode peperangan. Tel Aviv juga mengubah taktiknya lebih dari satu kali tetapi hasilnya tetap sama.
BACA JUGA: Ketika Mantel Angin Gagal Total Lindungi Tank Israel dari Senjata Pejuang Gaza
Kegagalan dan perpecahan politik
Kegagalan untuk mengeksploitasi keberhasilan militer secara politis inilah yang membuat perang menyebabkan perpecahan internal Israel yang belum pernah terjadi sebelumnya, setelah pada awalnya perang menjadi fokus konsensus, menurut pakar urusan Israel, Sari Arabi.
View this post on Instagram