REPUBLIKA.CO.ID, PAPUA -- Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan cq Direktorat Jenderal Perhubungan Laut berkomitmen untuk terus mengoptimalisasi program Tol Laut khususnya di Papua. Hal ini guna menekan disparitas harga yang sudah cukup lama terjadi di wilayah paling timur Indonesia tersebut.
Sebagai salah satu langkah optimalisasi, dilaksanakana Rapat Kordinasi (Rakor) Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Inpres Nomor 9 Tahun 2020 Tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat dengan pendekatan Sosial Budaya oleh Kantor Staf Kepresidenan yang berlangsung di Kota Jayapura.
Salah satu topik utama yang dibahas sebagai latar belakang perubahan pendekatan pembangunan yang mengedepankan budaya dan kontekstual Papua, yang diharapkan memiliki implikasi pada efektivitas program pembangunan yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan, baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Swasta, CSO serta Masyarakat khusunya Orang Asli Papua (OAP).
Bupati Jayapura Matias Awaitouw dalam rakor tersebut mengapresiasi kinerja Kementerian Perhubungan yang telah menghadirkan Tol Laut di daerahnya. "Hal ini, merupakan wujud keseriusan dari Kementerian Perhubungan," kata dia dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Sabtu (10/4)
Dia mengungkapkan, Pelabuhan Jayapura yang berada di pusat Kota Jayapura merupakan pusat titik Pelabuhan terbesar dan ramai. Bahkan, sangat sibuk untuk melayani hampir seluruh wilayah-wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Papua dan wilayah yang berbatasan langsung seperti Kabupaten Keerom, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Memberamo dan Kabupaten lainnya bahkan sampai negara tetangga PNG/Papua New Guienea.
Selain sebagai penyokong bagi jalur distribusi logistik di Papua, kata Matias, Pelabuhan Jayapura memiliki daerah Hinterland yang sangat luas sampai mencakup beberapa wilayah administrasi Kabupaten lainnya. "Salah satu, wilker KSOP Jayapura yaitu Pelabuhan Depapre dengan memiliki program pengembangan tata kelola modernisasi kontainerisasi di Provinsi Papua berbasis kearifan lokal yang terus kebutuhan permintaan kontainer terus meningkat setiap periode triwulan per tahunnya," ujarnya.
Staf Ahli Menteri Perhubungan Bidang Logistik, Multimoda dan Keselamatan Perhubungan Chris Kuntadi mengatakan, Tol Laut di Papua sejalan dengan penyelenggaraan layanan kewajiban publik untuk kapal perintis. Hal itu juga sebagai bagian dari elemen pendukung Tol Laut dan juga pembangunan pelabuhan rakyat dan pelabuhan perintis.
Kemudian, adanya Subsidi Darat dan Jembatan Udara di Provinsi Papua-Papua Barat, yang menghubungkan keterisolasian wilayah-wilayah pegunungan sehingga. Dengan adanya multimoda tersebut, harga-harga tidak hanya murah di satu tempat, tetapi juga murah sampai di masyarakat pegunungan dan pesisir yang sulit dijangkau.
“Harapan kami setelah melaksanakan program ini ada dukungan dari pemda. Bagaimana barang-barang komoditi unggulan yang kelebihan dari daerah-daerah tersebut seperti di Kabupaten Pegunungan Bintang dan lainnya untuk dibawa ke daerah lain seperti di barat, sehingga terjadi transfer dan ada pengurangan inbalance kargo, di mana dari barat ke timur dan dari timur ke barat, sehingga disparitas harga juga rendah,” ungkapnya.
Tenaga Ahli Utama Kedeputian V Kantor Staf Presiden, Theofransus Litaay menyampaikan, dengan hadirnya angkutan multimoda ini tentu menjadi harapan baru bagi masyarakat di daerah pegunungan untuk bisa mendapatkan harga kebutuhan bahan pokok lebih murah. Mengingat angkutan multimoda tol laut, darat dan jembatan udara merupakan subsidi dari Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan untuk di wilayah 3TP(tertinggal, terluar, terdepan dan perbatasan).
"Hadirnya konektivitas multimoda sebagai terobosan Presiden Jokowi mewujudkan keadilan pembangunan melalui indikator harga barang kebutuhan nasional di wilayah pegunungan tengah Papua tanpa memandang permasalahan jarak dan akses sesuai dengan karakteristik wilayah," ujarnya.