Kamis 15 Apr 2021 13:13 WIB

Wacana Reshuffle, PAN Tegaskan Tetap Konstruktif

PAN mendukung semua kebijakan pemerintah, meskipun akan selalu bersuara jernih.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus Yulianto
Sekjen PAN Eddy Soeparno.
Foto: Prayogi/Republika.
Sekjen PAN Eddy Soeparno.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN), Eddy Soeparno mengatakan, perombakan atau reshuffle merupakan hak prerogatif Presiden Joko Widodo. Meski berada di luar pemerintahan, partainya akan tetap konstruktif dalam melihat setiap program dan kebijakan.

"PAN itu mendukung semua kebijakan-kebijakan pemerintah, meskipun akan selalu bersuara jernih. Akan memberikan masukan yang sifatnya korektif, kita akan memberikan masukan yang korektif," ujar Eddy saat dihubungi, Kamis (15/4).

Terkait peleburan tugas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek), PAN melihat hal tersebut sebagai tuntutan dari kebutuhan saat ini. Sehingga, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dapat berdiri sendiri dalam menjalankan tugasnya.

"Intinya tuh perubahan nomenklatura saya kira suatu tuntutan dari kebutuhan sekarang yang ada, sehingga memang BRIN itu harus berdiri sendiri," ujar Eddy.

Jokowi yang mengirimkan surat pertimbangan kepada DPR juga dinilainya sebagai bentuk etika politik yang baik. Meski dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, presiden memiliki kewenangan untuk mengatur kementerian.

"Jadi saya pikir pemerintah melakukan etika politik yang baik, dengan meminta pertimbangan dari DPR. Sehingga DPR akhirnya memberikan kesepakatan bahwa itu silakan dilanjutkan," ujar Wakil Ketua Komisi VII DPR itu.

Sebelumnya, Ketua Umum PAN, Zulkilfli Hasan atau Zulhas mengkritik adanya wacana impor pangan di tengah pandemi Covid-19 dan Ramadhan 1442 H. Menurutnya, hal tersebut justru akan memberatkan masyarakat yang saat ini begitu terdampak pandemi.

"Sayang di tengah situasi panen raya tersebut ada pihak-pihak yang menghembuskan isu impor beras, membuat harga gabah anjlok dan petani terancam rugi. Bagi presiden segera merespon isu ini dan memastikan tidak ada impor beras hingga Juni 2021 mendatang," ujar Zulhas dalam pidatonya, Rabu (14/4).

Meski pemerintah memastikan tak jadi impor beras hingga pertengahan 2021, tapi hal tersebut sudah berdampak pada sejumlah komoditi pangam lain. Apalagi ada oknum-oknum yang sengaja menimbun komoditi pangan untuk keuntungan segelintir pihak.

"Jangan sampai ada yang mengambil keuntungan jangka pendek dengan menimbun barang, menahan pasokan manfaat, mempermainkan harga pasar. Semoga pemerintah berpihak kepada para pedagang kecil," ujar Zulhas. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement