Hari Jumat (16/4), Presiden Joe Biden dijadwalkan menyambut kedatangan Perdana Menteri Jepang, Yoshihide Suga, dalam lawatan selama satu hari di AS. Keduanya dikabarkan ingin memperkuat aliansi strategis demi menghadapi dominasi Cina di kawasan.
Biden dan Suga juga diyakini akan menjawab kritik Presiden Cina, Xi Jinping, yang mengatakan demokrasi di Amerika Serikat mengalami kemunduran sejak Kepresidenan Donald Trump. Keduanya "ingin menunjukkan kepada dunia bahwa demokrasi bisa menjadi panutan,” kata Kenju Murakami, Wakil Konsul Jendral Jepang di New York.
Pertemuan kedua kepala negara sekaligus menandai pergeseran politik di Gedung Putih yang kini ingin lebih fokus ke kawasan Asia Timur. Rabu (14/4), komunitas intelijen AS menerbitkan laporan yang menyimpulkan Cina sebagai ancaman geopolitik paling besar di abad ke-21.
Menurut laporan Annual Threat Assessment yang mendata potensi konflik geopolitik di dunia, Cina diyakini sudah menjadi "kompetitor yang hampir sejajar dengan Amerika Serikat di sejumlah area.”
Bagi Biden dan Suga, "pendekatan kami terhadap Cina dan koordinasi serta kooperasi kami di bidang tersebut akan menjadi bagian dari diskusi,” kata juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki, Kamis (15/4). Keduanya akan membahas isu-isu keamanan regional, termasuk program nuklir Korea Utara.
Poros Tokyo-Washington
Suga baru menjabat sejak menggantikan Shinzo Abe, September 2020 lalu. Di Washington, dia mengemban misi untuk "membangun rasa saling percaya” dengan Biden, katanya kepada wartawan.
Sejak beberapa tahun terakhir, kedua negara berusaha merintis poros Tokyo-Washington sebagai jawaban terhadap ancaman Beijing. Bersama Biden, AS dan Jepang sedang mengembangkan rantai pasokan teknologi yang independen dari Cina. Hal ini dirasa krusial di tengah kelangkaan semikonduktor saat ini, yang melukai sektor teknologi komunikasi, komputer dan otomotif.
Menurut kabar yang beredar, Jepang juga bakal mengucurkan investasi raksasa untuk membangun jejaring seluler 5G sebagai alternatif terhadap Huawei. Ini pun termasuk dalam kerangka kerjasama dengan AS.
Huawei sejak dini mengembangkan sambungan internet generasi ke-5 dan memastikan dominasi di pasar telekomunikasi. Kepada AFP, seorang pejabat senior AS mengatakan perusahaan teknologi Jepang akan mengumumkan program kemitraan dengan AS senilai USD 2 militer "untuk mengembangkan jaringan 5G dan teknologi komunikasi masa depan.”
Peringatan dari Beijing
Menteri Luar Negeri Cina, Wang Yi, yang berkunjung ke AS Februari lalu, memperingatkan Jepang agar "tidak terlibat dalam konfrontasi di antara dua negara besar,” menurut keterangan pers yang dikeluarkan pemerintah di Beijing.
"Cina berharap Jepang, sebuah negara berdaulat, akan melihat perkembangan Cina dengan cara obyektif dan rasional, bukannya terkecoh oleh sejumlah negara yang punya pandangan bias terhadap Cina.”
Pernyataan Wang Yi bukan tanpa dasar. Perekonomian Jepang saat ini sudah sedemikian terkoneksi dengan Cina, "bahkan di tengah ancaman keamanan pun, Jepang harus menggunakan pendekatan muka dua untuk menyeimbangkan kompetisi dan kooperasi,” kata Akio Takahara, seorang guru besar dan pakar Cina di Universitas Tokyo.
Jepang selama ini berusaha berhati-hati agar tidak memperparah hubungan dengan Beijing. Namun sikap tersebut perlahan mencair di bawah PM Suga, terutama dalam isu Taiwan.
Meski tidak menyatakan dukungan terbuka terhadap pemerintah Taipei seperti yang diinginkan AS, Jepang tetap memperingatkan Cina agar menjaga "perdamaian dan stabilitas” di Selat Taiwan. Hal itu diungkapkan dalam kunjungan Menlu Antony Blinken dan Menhan AS, Lloyd Austin, belum lama ini.
rzn/hp (ap,afp,rtr)