REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi mendesak Polri berlaku transparan dan objektif dalam menyelidiki kasus yang dituduhkan kepada Munarman. Eks sekretaris umum Front Pembela Islam (FPI) itu ditangkap atas tuduhan tindak pidana terorisme pada Selasa (27/4).
"Polri dalam mengungkap kasus ini harus transparan dan objektif sebagai implementasi konsep presisi yang disampaikan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo," kata Sekretaris Fraksi PPP DPR itu, kemarin.
Kepolisian, terutama Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri yang menangkap Munarman harus menegakkan hukum secara proporsional dan profesional. "Jika tidak mendasarkan pada proporsionalitas dan profesionalitas, reputasi aparat penegak hukum bisa tercoreng," kata dia.
Anggota Komisi III DPR Fraksi PKB, Jazilul Fawaid berharap, kepolisian segera menjelaskan dugaan terhadap Munarman agar tak timbul isu-isu miring di masyarakat terkait penangkapan.
"Semua warga negara harus diperlakukan sama didepan huku. Pada bulan suci Ramadhan hendaknya jangan dicoreng dengan aksi yang melanggar hukum," ujar dia.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto juga mengkritisi proses penangkapan Munarman yang dinilai mempertontonkan arogansi kepolisian. Munarman ditangkap dari dalam rumahnya di Perumahan Modern Hills, Pamulang, Tangerang Selatan, Selasa (27/4). Ia langsung diangkut ke dalam mobil tanpa dibiarkan memakai sandal.
"Bahwa kemudian tersebar video terkait penangkapan yang mempertontonkan perlakuan tim Densus 88 pada Munarman yang terkesan arogan, itu yang patut disayangkan," kata Bambang, kamarin.
Munarman ditangkap atas tuduhan menggerakkan orang lain untuk tindak pidana terorisme, bermufaakat jahat, dan menyembunyikan informasi tentang terorisme. Polisi pada Selasa juga menggeledah eks kantor FPI di Petamburan, Jakarta Pusat. Polisi mengeklaim menemukan bahan yang diduga pembuat peledak.
"Ditemukan beberapa tabung yang isinya adalah serbuk yang dimasukan ke botol, serbuk tersebut mengandung nitrat tinggi jenis asenton," ujar Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan, Selasa malam. Polisi juga mengeklaim menemukan zat TATP (Triacetone Triperoxide) (TATP), bahan kimia yang mudah terbakar.
Namun, temuan yang diklaim polisi itu langsung dibatah oleh Tim Advokasi Ulama dan Aktivis (Taktis). Perwakilan Taktis, Hariadi Nasution mengatakan, serbuk putih itu hanya sisa deterjen dan obat pembersih toilet.
"Kami informasikan bahwa yang ditemukan pihak kepolisian adalah deterjen dan obat pembersih toilet yang dahulu biasa digunakan untuk program kerja bakti bersih-bersih tempat wudhu dan toilet masjid dan mushola," kata Hariadi, kemarin.
Praperadilan
Perwakilan tim hukum Munarman, Aziz Yanuar juga mengeluhkan sikap kepolisian yang mempersulit kerja tim pengacara yang akan mendampingi Munarman. Aziz menyampaikan, tim kuasa hukum sudah tiba di Polda Metro Jaya untuk menemui Munarman. Namun sampai Rabu siang masih belum mendapat izin.
"Tim kami sudah stand by di rutan, tapi masih belum diberikan akses pendampingan atau melayani kepentingan hukum tersangka (Munarman)," kata Aziz kepada Republika, Rabu (28/4). Berdasarkan Pasal 54, 55, dan 56 KUHP, seharusnya Munarman bisa langsung mendapatkan bantuan hukum.
Karena itu, kuasa hukum Munarman siap melakukan perlawanan atas penangkapan yang dinilai zhalim dan bertentangan dengan azas hukum dan hak asasi manusia (HAM). Ia dan para kuasa hukum Munarman berencana mengajukan praperadilan.
"Sekarang tim kuasa hukum bang Munarman sedang menyiapkan berkasnya," ujar Aziz, kemarin.