REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Usulan para pelaku industri hasil tembakau (IHT), khususnya Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), agar pemerintah membentuk peta jalan (road map) IHT mendapatkan dukungan dari Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR RI) Arsul Sani. Peta jalan IHT itu sebaiknya dibuat bersama oleh instansi pemerintah terkait beserta para pelaku usaha termasuk para petani tembakau.
Hal itu diungkapkan Ketua APTI Provinsi Nusa Tenggara Barat, Sahminuddin, di komplek Gedung DPD/DPR/MPR RI Senayan Jakarta. Sahminuddin bersama perwakilan pengurus APTI Provinsi Jawa Barat dibawah pimpinan Suryana berdiskusi dengan Arsul Sani.
Mengutip pernyataan Arsul, Sahminuddin mengatakan sumbangan industri hasil tembakau di Tanah Air terhadap keuangan negara khususnya cukai jauh lebih besar dari pada sumbangan dividen BUMN sebelum masa pandemi Covid-19. Sudah sepantasnya industri ini mendapat perlindungan pemerintah.
"Karena itu, pihaknya mendukung segera dibuat peta jalan industri hasil tembakau yang berkeadilan, yang pembuatannya melibatkan semua pihak termasuk Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Kesehatan termasuk di dalamnya para pelaku industri hasil tembakau dan para petani tembakau,” ujar Arsul sebagaimana dikutip oleh Sahminudin.
Selain sumbangan cukai rokok setiap tahun tidak kurang dari Rp 180 triliun, IHT juga menyerap jutaan tenaga kerja di seluruh Tanah Air. Selain itu, ujar Arsul, juga telah menggerakkan ekonomi masyarakat. "Karena itu IHT harus dipertahankan dan mendapat perlindungan pemerintah," ujarnya menegaskan.
Namun, menurut Sahminudin, sumbangsih besar tersebut seperti dianggap tidak ada artinya. Setiap tahun cukai rokok yang sudah tinggi terus dinaikkan. Padahal setiap kenaikan satu persen cukai rokok akan menghilangkan ratusan ribu kesempatan kerja bagi petani tembakau juga buruh atau pekerja di sektor industri rokok.
Sebab setiap kenaikan cukai rokok berimbas pada semakin kurangnya penjualan rokok yang legal, berkurangnya produksi rokok, berkurangnya pembelian tembakau hasil produksi pertanian tembakau para petani. "Serta hilangnya lapangan pekerjaan," kata Sahminuddin.
Dijelaskan oleh Sahminudin, kenaikan cukai rokok yang dilakukan pemerintah setiap tahun tidak mengurangi jumlah perokok. Para perokok akan tetap ada bahkan jumlahnya terus bertambah. Mereka beralih ke rokok murah dan rokok ilegal. Jika hal itu terjadi, yang dirugikan bukan hanya pelaku industri rokok dan petani tembakau, tapi juga pemerintah.
Karena itu, APTI meminta Wakil Ketua MPR untuk menyampaikan kepada Presiden Jokowi agar kenaikan cukai rokok setiap tahun tidak besar, satu digit saja. Besarannya disebutkannya sekitar lima persen. "Bila perlu tahun ini tidak dinaikkan, untuk membantu pemulihan ekonomi dan menyerap tenaga kerja yang lebih banyak lagi sekaligus untuk melindungi pekerja rokok dan petani tembakau,” ucap Sahminuddin.